Langsung ke konten utama

Tiada Hamba Jadi Tuan

Tiada Hamba Jadi Tuan
Oleh: Syarifudin Emseh

Kesengsaraan yang dialami Tuan terasa seperti matahari yang jatuh menimpa kepalanya. Tubuhnya terbakar dahsyat, dan hangus, tanpa sisa apa pun. Kesengsaraan yang baru dialami Tuan kali ini ialah yang terberat ketika ia tahu bagaimana rasanya tidak menjadi tuan bagi hamba-hambanya.
Kini Tuan menjadi abu yang terhempas dibuai angin menuju Langit. Bahkan Langit tiada sudi dan meludah di mukanya. Langit tidak butuh Tuan. Yang benar-benar dibutuhkan Langit saat ini ialah hamba-hamba yang mengabdi biarpun dalam kondisi yang lebih sengsara dibandingkan Tuan.
Tiada muka Tuan di Langit pagi ini, siang ini, dan sampai kapan pun. Tiada bayang-bayang iblis dalam diri Tuan di hadapan para hambanya. Tiada Tuan di pohon-pohon. Tiada Tuan dalam waktu-waktu yang berat yang dirasakan oleh hamba-hamba.
Hamba-hamba merasa bahwa rantai yang datang dari neraka sejak mereka lahir kini sudah terlepas. Mereka merasakan surga yang sederhana: kebebasan menentukan apa pun, menjadi apa pun. Dan lebih dari segalanya, kini mereka adalah orang-orang yang merdeka. Setidak-tidaknya merdeka di hadapan Tuan.
Merasakan hidup yang sebenar-benarnya hidup. Mengetahui sesuatu yang indah di dalam hidup. Bebas. Jauh lebih bebas dibanding burung-burung yang terbang karena polusi ada di mana-mana. Mereka tidak perlu cemas luka-luka yang bakal bertambah di punggung atau tangan. Tapi satu hal yang mereka belum tahu: dunia sudah telanjur rusak sebelum mereka merasakan merdeka. Dongeng-dongeng yang pernah mereka dengar tentang dunia benar-benar sejatinya dongeng.
Dan Tuan tidak tahu kepada siapa lagi persoalan hidupnya ditimpakan. Ia tidak tahu siapa yang akan mengangkat kembali matahari dari kepalanya. Ia tidak tahu siapa yang akan mengubur abunya suatu saat nanti. Yang paling dibingungkan adalah: ia tidak tahu kenapa Langit meludahinya.
*
“Ada dusta yang benar-benar dusta dibandingkan dusta-dusta tentang sejarah,” kata seorang hamba kepada hamba yang lain.
“Apa itu?”
“Dusta-dusta tentang masa depan.”
“Seperti apa dusta tentang masa depan?”
“Ada surga di hadapanmu.”
Yang lain percaya itu adalah dusta. Yang lainnya tidak percaya itu adalah dusta. Tapi kebanyakan dari mereka percaya kalau itu dusta.
“Sebagaimana yang Tuan kita katakan, matahari itu baik sampai kita harus yakin bahwa sewaktu-waktu matahari itu akan datang menimpa kepala kita. Dan neraka adalah tempat yang menyenangkan bagi siapa pun.”
*
Bertahun-tahun lamanya Tuan kita adalah kekasih Langit karena dari pagi ke siang, siang ke sore, sore ke malam, malam ke pagi, dan seterusnya, hanya ada wajah Tuan di Langit. Tapi suatu hal ironi yang harus dihadapi Tuan setelah ia tahu bahwa kini ia telah jadi abu yang diinjak-injak hamba, Langit meludahinya bahkan mengencinginya juga. Tuan menjadi sesuatu yang lebih menjijikkan dibandigkan tahi kuda.
Suatu pergerakan revolusi sampai-sampai para hamba tidak menyadari bahwa mereka telah merdeka. Sebab dunia begitu sempit untuk ditinggali miliaran hamba. Sebab hamba begitu bodoh. Sebab hamba adalah sesuatu yang abadi setelah Tuhan. Sebab merdeka adalah hal yang fana dan tabu untuk dibicarakan apalagi dirasakan.
“Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” tanya seorang hamba kepada sekian hamba lainnya.
“Tidak tahu.”
“Aku ingin mati saja.”
“Aku juga ingin mati saja sebab tiada hamba jadi tuan.”
*
Tuan tidak punya suara. Giliran hamba punya suara tapi bingung ingin berkata apa. Tuan tidak punya hak apa-apa lagi. Giliran hamba punya banyak hak tapi tidak tahu cara menggunakannya. Tuan tidak punya rupa. Giliran hamba punya rupa yang indah tapi selalu menutup-nutupinya.
“Apa kau tahu caranya bunuh diri?” tanya seorang hamba kepada hamba-hamba lainnya.
“Tidak tahu.”
Yang lainnya pun menjawab dengan jawaban yang sama.
*
Hamba-hamba dilanda kebingungan yang luar biasa. Ada yang berusaha mencari kebebasan, tapi tak lama ia bingung kenapa kebebasan perlu dicari. Ada yang berpikir, tapi tidak tahu tujuan berpikir meski memikirkan hal-hal sederhana. Ada yang berusaha bunuh diri, tapi tidak tahu caranya. Dan yang lebih gila dibandingkan kesemuanya ialah: ada yang ingin menjadi tuan. Tapi tidak tahu caranya.
“Apa ada yang tahu cara menjadi tuan?”
Banyak hamba yang menjawabnya.
“Mencari kebebasan.”
“Berpikir.”
“Bunuh diri.”
*
Tuan ingin menangis tapi ia sudah tidak punya mata. Tuan ingin tertawa tapi ia sudah tidak punya mulut. Tuan ingin melakukan sesuatu tapi ia tidak punya tubuh. Apakah Tuan kita menjadi abadi karena masih bisa hidup ketika tidak memiliki tubuh?
Seorang hamba pernah berkata:
“Tuan akan menjadi abadi suatu saat nanti.”
Hamba yang lain mengaminkan sebagaimana mengaminkan bahwa neraka adalah tempat yang menyenangkan bagi siapa pun.
Tapi yang tersisa dari Tuan adalah dirinya di dalam pikiran para hamba. Jadi benar, Tuan menjadi abadi. Hamba hanya percaya perkataan Tuan sebab Tuhan tidak pernah berkata secara terus-terang. Kenyataannya, mereka tidak tahu Tuhan menyayangi mereka semua biarpun kebodohan melekat abadi setelah Tuan.
*
“Apa kau tahu sesuatu yang abadi setelah Tuan?”
“Tidak tahu.”
Kebanyakan dari hamba menjawab tidak tahu. Sampai akhirnya ada yang berusaha menjawab dengan jawaban yang berbeda.
“Aku rasa kita.”
“Kita? Maksudmu hamba.”
“Ya.”
Dan para hamba mulai meyakini bahwa mereka pun abadi. Karena jalan kematian membuat mereka menjadi “abadi” sebagai yang dirasakan oleh Tuan.
*
Kehidupan terus berjalan, sementara rasa bingung masih meliputi para hamba. Bagaimana pun juga waktu tidak bisa mundur dan selalu maju. Para hamba memikirkan banyak hal meskipun dalam keadaan bingung. Yang mereka pikirkan adalah hal-hal abadi lainnya.
Waktu kian berlalu. Mereka menemukan jawaban-jawaban sesuatu yang abadi setelah “hamba”. Dan jawaban itu berturut-turut ialah “bahasa”, “sejarah”, “kebingungan”. Ada pun opsi yang membuat mereka bingung. Apakah “waktu” abadi? Apakah “dunia” abadi? Apakah “kebahagiaan” abdi? Apakah “kesedihan” abadi? Apakah “kebodohan” abadi?”
Dan itu membuktikan bahwa “kebingungan” memang abadi. Ia akan terus ada sepanjang generasi para hamba.
*
Yang benar-benar tersisa dari Tuan hanyalah nama. Generasi yang kini memikirkan banyak hal dan berangsur terlepas dari kebingungan, menurut mereka sendiri,  tidak tahu persis seperti apa Tuan.
Dan kini mereka mulai meragukan apakah Tuan abadi. Di sela-sela keraguan mereka, muncul sesuatu yang abadi, yaitu keraguan mereka sendiri. Kini “keraguan” adalah sesuatu yang abadi setelah “kebingungan”. Alasan mereka menganggap demikian karena “keraguan” muncul ketika mempertanyakan “Tuan”.
Hamba-hamba setelah “keabadian” Tuan ialah hamba-hamba yang pemikir. Mereka jelas memikirkan hal-hal yang lebih detail ketimbang kata-kata. Sampai pada suatu waktu, ada seorang hamba yang berpikiran: apakah ada hal lain yang abadi sebelum Tuan?
Sebagian dari mereka menjawab tidak. Sebagian yang lain menjawab ada, tapi tidak tahu apa. Tapi karena mayoritas menjawab tidak, maka ungkapan bahwa ada yang abadi sebelum tuan itu ditiadakan.
*
Pada akhirnya pun, ungkapan bahwa neraka adalah tempat yang menyenangkan bagi siapa pun memang benar kecuali yang dirasakan oleh Tuan. Di tempat itulah, Tuan jadi hamba sama seperti hamba-hamba lainnya.
SELESAI

Purwokerto, 20 Maret 2017.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU BURUNG-BURUNG MANYAR KARYA YB. MANGUNWIJAYA

RESENSI BUKU: BURUNG-BURUNG MANYAR Karya YB. Mangunwijaya Oleh: Dara Nuzzul Ramadhan* Judul Buku        : Burung-Burung Manyar Pengarang         : Y.B Mangunwijaya Penerbit            : Djambatan Tahun                : 2007 ISBN                : 978-979-428-528-2 Jumlah Halaman : 319 Halaman Roman Burung-Burung Manyar adalah roman yang bisa kita bilang menceritakan pengalaman batin seorang laki-laki keturunan ningrat, asli Indonesia, yang berpihak kepada Belanda dibanding berpihak kepada Indonesia, tanah airnya sendiri. Membacanya menambah sudut pandang kita terhadap peristiwa yang terjadi pada masa prakemerdekaan dan pascakemerdekaan. Pasalnya, Selama ini yang kita ketahui adalah sejarah-sejarah dari sudut pandang bangsa Indonesia yang pro terhadap republik ini sendiri. Sedangkan pada novel ini, YB. Mangunwijaya, Sang Penulis memberikan sudut pandang baru mengenai sejarah Indonesia dari sudut pandang pihak yang kontra terh

PRESS RELEASE WORKSHOP KEANGGOTAAN TEATER TEKSAS YANG KE-XIX

  Salam Sastra! Salam Budaya! Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas terlaksananya acara Workshop Keanggotaan Teater Teksas yang ke-XIX selama 3 hari, dimulai pada tanggal 17-19 November 2023. Workshop tahun ini dilaksanakan secara luring di dua tempat; Balai Desa Limpakuwus dan Fakultas Ilmu Budaya, Purwokerto. Workshop Keanggotaan Teater Teksas merupakan kegiatan yang harus diikuti oleh calon anggota Teater Teksas sebagai syarat untuk menjadi anggota Teater Teksas. Kegiatan ini berupa latihan pengembangan dan pengujian keterampilan dalam bidang teater dan organisasi. Sebelum mengikuti Workshop, calon anggota pun harus mengikuti kegiatan pra-workshop yang diadakan selama enam hari dengan materi berbeda setiap harinya. Pra Workshop hari pertama pada tanggal 10 November 2023 dengan materi Make Up dan Kostum yang diisi oleh Almira Rahayu dan Nurul Lutfiyah, hari kedua tanggal 11 November 2023 diisi oleh dua materi yaitu Musik dan Keproduksian. Materi Musik;

PRESS RELEASE MUSYAWARAH ANGGOTA XV TEATER TEKSAS 2019/2020

Musyawarah Anggota XV Teater Teksas 2019/2020              Salam Sastra, Salam Budaya!              Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksanakannya acara Musyawarah Anggota (Musang) XV Teater Teksas periode 2018/2019 selama 8 hari, dimulai pada tanggal 3-10 Januari 2020. Di Jalan Bougenvil RT 02/RW 01 Kelurahan Grendeng. Dihadiri oleh pembina, anggota, dan alumni Teater Teksas. Serta turut mengundang UKM dan Himpunan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unsoed. Acara ini berjalan lancar meskipun terdapat beberapa kendala yang akhirnya teratasi.              Musyawarah Anggota merupakan forum tertinggi di Teater Teksas. Secara garis besar, Musang diadakan untuk menetapkan dan mengesahkan Anggaran Dasar (AD) / Anggaran Rumah Tangga (ART) dan Garis Besar Program Kerja (GBPK) yang disepakati, memaparkan pertanggungjawaban pengurus dalam bentuk Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), serta memilih Pengurus Harian (PH).              Pada hari pertama membahas