BERTEPUK SEBELAH TANGAN DI DALAM KAMAR
Karya : Teater Teksas
FRAGMEN 1
Sebuah Kota Dan Lahirnya Sepasang Kekasih
(JEJAK DAN JENNY BERHADAPAN. SALING MENATAP TAPI TIDAK SALING MELIHAT. BERPELUKAN LALU BERPALING. BERPELUKAN LAGI LALU BERPALING LAGI. SALING TERSENYUM)
(LAMPU PADAM.)
Jejak: Jenny, lihatlah! Ada kereta yang hendak berangkat. Kira-kira kau ingin ke mana?
Jenny: Ke tempat idaman, di mana kehidupan jadi damai, tanpa urusan orang tua dan menyambung kehidupan adalah perkara yang mudah.
Jejak: Di mana tempat itu?
Jenny: (sambil tertawa) Dalam imajinasiku. Bisakah kita hidup dalam imajinasi?
Jejak: Ah, imajinasi. Kau tahu apa yang aku imajinasikan?
Jenny: Apa itu, sayang?
Jejak: Rumah yang besar untuk dunia yang kecil, kita hidup di sana, tapi aku tidak mau egois seperti pemerintah yang cacat. Aku ingin semua gelandangan hidup di sana. Aku ingin kehidupan berhenti kejam. Aku ingin... (bercerita cukup panjang, Jenny memerhatikan)
IMAJINASI ITU RUNTUH KETIKA BUNYI KERETA MELAJU DERAS. JEJAK SANGAT SEDIH.
Jenny: Sudahlah, jangan bersedih.
Jejak: Sayang, kenyataannya kereta itu akan menuju ke tempat impian kita, tapi kita tidak ada di dalamnya. Tiketnya mahal.
KEDUANYA MEMANDANG JAUH KE ARAH KERETA ITU PERGI.
Jejak: Ah! Tapi tidak apa-apa! Ke sini, sayang! (Jenny menghampiri)
Jenny: Kenapa?
Jejak: Lihatlah! Aku menggambar rumah untukmu. Kau mau catnya warna apa?
Jenny: Warna putih, sayang, dengan corak biru dan oranye. Tampak seperti kereta. Tempat kita menggantungkan imajinasi di sana.
Jejak: Baiklah.
Jenny: Jangan lupa ada orang-orang yang kurang beruntung menghadapi dunia sedang bermain dan berpesta di halaman.
Jejak: Wuah, tamu kita sangat banyak!
Jenny: Oh, jangan lupa pula buah-buahan di halaman belakang! Pohon apel. Mangga. Yang banyak. Buah-buahan yang manis sepertimu, sayang.
Jejak: Iya, sayang.
Jenny: Saat pohonnya berbuah, akan kukirimkan sebagian pada Dessy. Dia suka buah-buahan manis juga. Tapi yang boleh suka kepadamu hanya aku. Aku kan kekasihmu, iya kan, sayang? Dan jangan kirimkan buah itu ke orangtuaku, mereka tidak suka buah. Mereka sibuk mengurusi hidupnya yang tidak terurus. Tapi, Jejak, ayah dan ibu ingin sekali bertemu dengan calon menantunya.
Jejak: Tidakkah kau tahu bahwa aku telah berusaha juga menjadi seorang lelaki utuh seperti ayahmu. Tetapi kisah-kisah dalam dalam hidupku sangat jauh dari kisah pop yang kau ceritakan, tentang imajinasi ayahmu pula, bahwa aku harus kaya.
Jenny: Jangan sedih sayang... Aku bahagia hidup dalam setiap imajinasimu. Ah, biarkan saja orang menilai kita sebagai pasangan urban yang selalu berimajinasi.
Jejak: (Berusaha menggambar imajinasi ayah Jenny) Membayangkan imajinasi ayahmu membuatku gila. Di sini ada rumah sebesar negara, mobil mewah berjejer, tanah yang sangat luas, uang dan perhiasaan yang melimpah, hanya tamu-tamu terhormat minimal-minimal anggota DPR sampai presiden dan artis-artis papan atas. Sementara para gelandangan itu menodongku dengan meminta makanan di depan pintu.
Jenny: Sudahlah jangan kau bayangkan imajinasi yang kotor itu!
Jejak: Sebab aku mencintaimu, sayang. Aku takut dibilang tidak bertanggung jawab oleh ayahmu.
Jenny: Tenang saja, kekuasaan ayah hanyalah omong kosong dan sisa orde baru. Ia tidak boleh ikut campur dalam kisah cinta kita.
Jejak: Kalau begitu peluk aku, Jenny. Kadang aku tidak tahan penjajahan ayahmu, juga kerinduan ketika aku termenung sendiri kala hujan. Oh, ya! Aku akan menggambar hujan. Supaya aku tetap rindu kamu.
Jenny: Sayang, aku tidak tahu dari mana kita dapat belajar kerinduan.
Jejak: Sebab kita miskin. Kita hanya bisa bahagia dalam dunia mimpi.
Jenny: Sayang, saat hujan turun, kenangan muncul seperti romantisme yang kadang kurang ajar. Kenangan saat kau dan aku bertemu di stasiun beberapa tahun lalu.
Jejak: Ya, kenangan itu bisa jadi sangat, sangat membosankan. Kita ganti saja dengan banner di sepanjang jalan. Tadi aku melihat ada orang yang memasang banner penolakan eksploitasi gunung.
Jenny: Kamu kok kejam...
Jejak: Dunia yang kejam, bukan aku.
(JENNY DUDUK MANIS, MERAIH SEBUAH TEMPAT MAKAN DARI RANSELNYA. TEMPAT MAKAN ITU BERISI APEL, MANGGA, DAN ROTI. DAN TIDAK LUPA MENGELUARKAN SEBOTOL SUSU. JEJAK BERLARI-LARI KEGIRANGAN. LALU MENGGAMBAR SEBUAH DUNIA YANG TELAH GILA)
Jenny: Sayang, kita sudah banyak sekali membuat cerita dan kita kerap tersesat di dalamnya. Apakah pelukan tidak cukup untuk menuntun kita keluar dari cerita kita sendiri?
Jejak: Cerita tentang masalah yang tak selesai-selesai telah membuat kita jadi lebih dewasa, Jenny.
Jenny: Padahal aku ingin mengenang lagi perjumpaan kita di stasiun.
Jejak: Waktu itu adalah 22 mei dalam ingatanku. Lalu apa lagi?
Jenny: Kau makan roti kedaluwarsa di pinggir jalan. Saat tengah hari yang begitu terik. Begitu tampak kelaparan.
Jejak: Lalu ada seorang perempuan yang memberiku nasi bungkus. Aku tak sempat melihatnya karena mataku berkunang-kunang. Kuingat-ingat lagi warna kulitnya tropis dan aroma tubuhnya tersamar oleh aroma ayam goreng.
Jenny: Dan perempuan itu aku.
Jejak: Pertemuan yang gila.
Jenny: Sayang, kau harus gambar juga stasiun itu di sebrang rumah kita agar kita tidak lagi tersesat dengan cerita yang kita buat sendiri.
Jejak: Tapi tadi itu bukan cerita yang kita buat sendiri, Jenny.
Jenny: Tidak apa-apa, kita bisa membuat cerita yang kita buat sendiri tentang stasiun nanti. Sekarang aku ingin bilang bahwa aku masih ingin bersamamu, Jejak. Menyandarkan kepala di bahumu.
Jejak: Kita hanya menghitung hari, lalu mewarnai kanvas yang kosong, lalu kita gambar sebuah dunia dari cerita yang kita buat sendiri.
Jenny: Namaku Jenny, pacarku Jejak. Sayaaaaaang, aku mau pulaaaaang.
Jejak: Pulanglah, Jenny. Tidurlah dalam kamar yang memiliki ranjang, kasur dan bantal. Jangan tidur di depan stasiun sepertiku.
Jenny: Jangan tidur di depan stasiun melulu, sayang, buatlah rumah dengan kamar yang ada ranjang, kasur dan bantal; dapur untukku memasak; dan papan tulis untuk kita menggambar.
Jejak: Tidak bisa, Jenny, sebab aku miskin.
Jenny: Kata ibu, kami juga miskin tapi kami punya rumah.
Jejak: Sebab aku tidak punya ibu, Jenny.
Jenny: Kata bapak, perempuan tidak berperan apa-apa, Jejak.
Jejak: Sebab aku tidak punya bapak, Jenny.
Jenny: Kata pak ustadz, bapak akan kalah jika melawan Tuhan.
Jejak: Sebab aku belum tahu siapa Tuhan-ku, Jenny.
...
Sepotong Surat Dan Distopia
(SEBUAH PERTUNJUKAN BAND)
-Yang Duduk Sunyi di Peron-
Tahun yang dulu
Sebelangga mani menumpang peron,
kala senja
Hujan atau bukan, entahlah
Tapi kau muncul di depan dipan
Merobek sunyi
Tubuhmu geli tergelitik ruh
Darahmu mengucur mengembarai nadi
Orang-orangmu bahagia bersijingkat
Tangis bersorak suka
Guagarba habis masa
Muncul tenggelam buat esok
Mampuslah kematian
Hiduplah kehidupan
Tubuh kerdil sekarang lelaki
Jiwa menyalak sorot cahaya
Kau masa kini melongok jendela gerebongmu
“Stasiunku, detik ini aku langsir kembali.”
Pekik arlojimu merdu
Bercermin rindu abadi
Kau masih bisu di kamar berdinding mimpi
“Sudah episode berapa sandiwara kita?” keretamu berangkat lagi menyihir doa yang hilang.
Jejak: Jenny, mencintaimu adalah sebuah kegilaan yang lain selain aku yang lahir di jurang dan aku yang bercita-cita mati di langit.
(MENGGAMBAR WAJAH SEORANG PEREMPUAN)
Jejak: Sebenarnya aku ingin mati diusia 27 tahun, Jenny, tapi menonton hujan bersamamu membuat cerita-cerita pop kerap muncul dalam kepalaku: sepasang kekasih yang menonton film di bioskop, sepasang kekasih yang merayakan hari jadi mereka, sepasang kekasih yang bertengkar karena pasangannya berselingkuh, sepasang kekasih yang berciuman di fly over, sepasang kekasih yang saling memberi mawar. Selalu seperti itu. Jenny, jika kau tau, selain aku miskin, aku juga menyembah kematian dan aku percaya nenek moyangku adalah jeruk. Aku belum tau siapa tuhanku dan apa nama agamaku. Jika kau suka cerita-cerita pop, Jenny, maka kau pasti akan benci padaku karena kisah hidupku ini jauh dari cerita-cerita pop. Aku benci diriku karena kisah cinta kita tidak seperti cerita-cerita pop. Sebab aku miskin.
Ternyata aku heran, Jenny. Kenapa kita saling memandang di stasiun kala itu. Bahkan kau tak kenal aku, aku tak kenal kau. Aku adalah orang sial yang terlantar, ketika ku sadar tentang dunia, tahu-tahu mereka menjebakku. Aku dijadikan peminta-peminta oleh seseorang. Dari sudut kota berpindah ke kota yang lain. Aku menjelajahi kota dengan menumpang pada mobil bak yang sedang kosong. Dan turun bebas di mana saja. Lalu berkeliling dengan muka yang memelas sambil memegang gelas plastik yang kosong bekas minuman. Ada saja orang baik hati yang bodoh memberikan sebagian uangnya padaku. Itu pengalaman terburuk. Dan semua berakhir dengan perjuangan yang membuatku hampir mati, ketika terpisah dengan kawan-kawan pengemis yang lain yang diamankan Satpol PP. Aku berjalan dengan perut kosong, dan masih saja ada orang baik hati yang memberikan makanan kepadaku. Oh, betapa terharunya aku sampai menangis ketika lahap makan.
Waktu terus berjalan, aku sempat menemukan orang baik hati yang membuat sekolah sederhana tentang pelajaran membaca, menulis, dan berhitung untuk anak jalanan. Dan orang-orang lain yang kurang pendidikan. Tapi yang membuatku senang ialah, makanan gratis yang dibagikan.
Namun itu tak berlangsung seumur hidup. Tempat itu mengganggu ketertiban umum karena di sanalah tempat berkumpulnya gelandangan yang tidak enak dipandang. Sebab tempat itu dekat pusat keramaian. Jadilah, tempat itu digusur lagi oleh Satpol PP dan gelandangan yang ada di sana diamankan, termasuk orang baik hati yang membuat sekolah sederhana itu. Tapi aku berhasil kabur dan kembali berjalan tanpa arah dan tujuan.
Sempat pula aku jadi kuli panggul di sebuah pasar. Tapi ketika pedagang tempat ku bekerja bangkrut dan gulung tikar, aku pergi lagi tanpa tujuan. Sempat pula aku jadi kuli bangunan di sebuah proyek. Ketika proyek itu kelar, aku pergi lagi tanpa tujuan. Sisanya aku lupa pernah melakukan apa saja...
Kini, aku hidup lebih enak. Dan sebelum aku berumur 27 tahun dan mati di langit, aku ingin menulis surat untukmu.
Jenny yang manis,
Kita selalu berada di batas, sayang. Batas dimana orang-orang mondar-mandir, batas kenaikan harga kebutuhan hidup, batas di mana aku membesar jadi sebuah dunia, seperti aku mengecil dalam pelukanmu.
Aku sedang berada di persimpangan jalan yang membuatku bingung. Dan mau tidak mau aku harus memilih ke arah mana aku berjalan. Orang lain pun memaksaku begitu, ambil pilihan hidup atau lebih baik mati.
Aku terburu-buru sayang, seperti dikejar-kejar penjajah untuk ditembak mati. Hidupku jadi serba salah. Sampailah kita berada di batas. Berjalanlah bersama, tak ada kesunyian pada batas dimana aku membesar menjadi sebuah dunia yang gila, seperti aku mengecil dalam pelukanmu. Jadilah rindu, yang lebih tabah dari waktu.
Jejak: Jenny, ternyata hujan hanya memberi kita romantisme. Sayaaaang ternyata pelajaran agama di sekolah hanya memisahkan kita sebagai pasangan.
-MUSIM SEDIH-
Aku memeluk kesedihan seperti memeluk selimut di tengah hujan.
Seperti sebuah gagasan yang tak sampai.
Aku mengirim kesedihan ini lewat mantel yang aku pakai.
Hujan, adalah seluruh kesedihan ini padamu.
Aku tak tahu, mana yang lebih sedih antara drama cinta atau sorot matamu.
Datanglah, aku sedang menjadi mantelmu, disini.
FRAGMEN 2
Menonton Pigura Ibu
(SEBUAH MEJA MAKAN. AYAH, IBU, DAN TIGA ORANG ANAK BERKUMPUL. MAKAN MALAM. SEBUAH PERJUMPAAN DI TIAP MALAM.)
Ibu: Ini adalah potret keluarga saya. Kami tinggal di pinggiran kota. Ya, bisa di bilang kami adalah keluarga dengan sebuah boigrafi yang terususun rapi oleh kesunyian yang hadir di sekitar pembangunan besar-besaran di dekat rumah kami. Ah, pembanguan, seperti jam weker yang selalu berbunyi setiap jam enam pagi. Lalu mengisi air di bak mandi, belanja bahan-bahan makanan di warung, membangunkan suami untuk bekerja. Juga membangunkan anak-anak untuk berangkat ke sekolah. Alarm kami adalah tidak berhenti berbunyi kendaraan yang berjalan di jalan raya. Bisa dikatakan alarm keluarga kami adalah alarm kebisingan. Jika awal bulan datang, alarm kami adalah tagihan kontrakan, tagihan listrik, tagihan biaya sekolah. Ah, saya mencari uang hanya untuk menutup semua keperluan itu. Jenny anak pertama saya. Kalau di awal saya mengatakan kalau keluarga saya adalah keluarga urban, Jenny juga adalah seorang gadis urban. Ketika dia lahir, bertepatan juga dengan gencar-gencarnya program KB yang dicanangkan oleh pemerintah.
Jenny: Dua anak lebih baik! Dua anak lebih baik!
Dessy: Asyik, aku adalah anak kedua…
Andi: Aku tak tahu, dimanakah letak keegoisan ayah untuk memiliki anak laki-laki. Dan lahirlah aku, beruntungnya aku adalah laki-laki. Kalau tidak, ibu bisa hamil dan beranak terus. Aku lahir di tengah-tengah wacana program keluarga berencana. Lihat wajahku ibu, apakah ada keegoisan yang bisa direkam?
Ibu: Andi, maafkan mulut ibu yang tiba-tiba kotor seperti ini.
Ibu: Dessy, anak kedua saya. Masih SMA, kerjaannya galau terus. Dia jatuh cinta sama cowok sebayanya. Dasar anak jaman sekarang, masih kecil udah main cinta-cintaan, Astagfirullah..... Ketika Dessy lahir, bertepatan ketika televisi sedang gencar-gencarnya menayangkan sinetron cinta. Ah dasar cinta! Seperti sinetron kejar tayang. Gak asik!
Dessy: Catch me when i’m fall baby! Kok hanya aku saja yang merasa kangen?
Bapak Dasar anak urban! Ini bukan kisah cinta gadis miskin dengan pria kaya tahu!
Ibu: Satu lagi, anak saya yang bontot. Andi. Disuruh ngaji susahnya minta ampun! Tiap hari main ps terus di rental. Kemarin beras di dapur di jual sama dia. Di kasih ke tukang rental PS. Katanya seliter beras sama aja main PS 2 jam. Dasar bocah.. bocah. Kemarin saya di panggil sama wali kelasnya. Biasa, kasus lagi. Belom lama saya di panggil gara-gara absennya yang berantakan.. eeeeh dia berulah lagi.. ngerokok di kamar mandi...
Andi: Tadi pagi di sekolah, temanku berkata “Bergaullah bersama-sama sebelum digauli besama-sama.” Itu lebih asyik ketimbang pelajaran di sekolah yang sangat membosankan.
“NKRI itu Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan Negara Kesatuan Roma Irama!”
Pak, Buk, ada surat dari ibu guru nih.
Ibu: Suami saya, seorang lelaki yang menyembunyikan kisah kekuasaan lelakinya di balik cukur jenggot. Saya heran, kekuasaan lelaki selalu bersembunyi dalam kisah-kisah yang lucu. Setiap malam suami saya selalu merayakan sebuah pesta bersama dewa-dewa. Katanya pesta bersama dewa-dewa adalah sebuah pesta menuju sebuah waktu yang mengubah warna merah pada lehernya. “Sayang! Lihatlah wajahku. Peganglah. Kenapa setiap hari kamu hanya melakukan pesta bersama dewa-dewa lewat sebuah kartu remi?” SUAMI SAYA SUKA MAIN JUDI!!!!!
Bapak: Bu! Ini meja makan! Jangan bicara tentang rumah tangga di meja makan!
(BAPAK BERDIRI, BAPAK BERLARI-LARI KETIKA HARGA BERAS DAN CABE NAIK. WAJAHNYA KIKUK, TERLILIT HUTANG. KESERINGAN JUDI.)
Bapak:“Biarlah bapak menjadi lelaki tak terduga dalam pikiran ibu!
(semua menatap wajah bapak) Jangan tatap wajah bapak begini! Sudah sebulan wajah bapak tampak lesu akibat perut kita yang lapar.
Ibu: (Kepada jenny) Mulut ibu sudah berbusa Jenny... Kamu tahu, patriarki tumbuh dalam pikiran bapak, tumbuh pula dalam pikiran ibu, mungkin juga tumbuh dalam setiap kepala manusia!!
Andi: (Kepada Jenny) Kak, bagi aku uang supaya bisa beli PS. Supaya ibu tidak mengomel terus karena beras selalu diambil. Sana kerja di Hongkong, Kak.
Dessy: (Kepada Jenny) Kak, bagi aku uang untuk beli kosmetik dan bisa dandan cantik. Supaya pacarku betah terus sama aku. Sana kerja jadi TKW, Kak.
Bapak: Jenny, bapak hilang dalam episode untuk membahagiakan keluarga. Bapak hilang dalam pikiran orang-orang banyak. Bapak ingin kau menemukannya lagi. Mungkin episode yang hilang kini ada di Hongkong bersama dengan orang-orang kulit putih dan bermata sipit. Yang kerap mengatakan “Ni hao maaaaa?”.
Jenny: Jangan beri aku kisah tentang nama-nama negara atau arsip-arsip sejarah nasional dalam pikiranku pappi, di rumah ini aku sendirian. Meringkuk kedinginan kala hujan. Oh, mengapa hidup jadi berat? Ibu, Ibu, Jejak di mana, Bu? Sudah waktunya ia bikin puisi cinta buat aku. Saya sudah belajar buat puisi tentang matanya yang indah. Tapi saya selalu gagal, Bu! Saya sudah coba buat puisi tentang mulutnya yang manis. Tapi gagal lagi! Saya ingin memotretnya; menjadikannya abadi dalam pikiran saya.
Ibu: Buset! Yang begini yang bikin masa depan hancur.
Bapak: Bu, bapak minta duit untuk judi.
Ibu: Buset! Yang begini yang bikin masa depan hancur! Aku ini istrimu, kau yang seharusnya cari duit! Kau lihat juga anak-anakmu, kelakuannya bikin susah saja. Dan ini bapaknya juga kerjaannya bikin susah melulu. Emang ya, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Bapak: Pada hari pertama, Tuhan menciptaan jagat raya, termasuk langit dan bumi. Kemudian Tuhan menciptakan laki-laki. Kemudian perempuan. Kau harus mulai belajar mempelajari sejarah, bu. Adam diciptakan lebih dulu baru hawa untuk membantu. Kau juga harus membantuku mencari duit hehehe...
Ibu: Kekuasaan ayah adalah sebuah kisah tentang basa-basi beras dan cabe rawit yang angkuh di harga pasar. Semua seperti melepas kemiskinan lewat imajinasi. Kekuasaan ayah adalah nama-nama lain tentang Adam yang mencuri apel. Kekuasaan ayah semakin keras ketika beroposisi dengan es batu di dalam kulkas. Kekuasaan ayah sudah ada sejak Andi diajar oleh gurunya dengan bacaan “Budi bermain layangan dan Ani memasak di dapur”. Kekuasaan ayah adalah kisah-kisah yang selalu menenggelamkanku! Aku telah merasakan hal-hal memilukan sebagai seorang perempuan.
(IBU KELUAR PANGGUNG)
Bapak: Sudahlah, bu! (setengah berteriak) Kasih bapak duit. Jenny, carikan duit untuk bapak dan keluarga di Hongkong (keluar panggung).
Jenny: Pappi, aku ingin bertemu Jejak. Buuuuuuu, Jejak dimana, bu?
Dessy: Kenapa aku belum dapat surat cinta dari pacarku?
Jenny: aku ingin bertemu Jejak.
Andi: jika ibu melarangku bermain PS, aku akan bolos sekolah.
Dessy: apa pacarku sedang selingkuh?
Jenny: aku tidak mau pergi ke Hongkong.
Andi: jika ibu terus ngomel-ngomel, akan ku robek Al-quran milik ibu.
Jenny: untuk apa aku pergi ke Hongkong? Hongkong kan jauh dari Jejak!
Dessy: kalau pacarku selingkuh, akan kuputuskan dia.
Andi: jika ibu tidak memberiku uang untuk bermain PS, akan ku curi beras ibu lalu ku jual.
Dessy: akan ku putuskan pacarku!
Andi: aku akan bermain PS setelah ibu berangkat kerja.
Dessy: tapi aku cinta pada pacarku.
Jenny: bagaimana biar aku tidak disuruh bapak pergi ke Hongkong?
Andi: tapi besok aku ada ulangan matematika.
Dessy: aku yang akan menulis surat duluan untuk pacarku.
Jenny: Kenapa aku harus ke Hongkong?
Andi: kenapa matematika susah sekali?
Dessy: catch me when i’m fall, baby!
Jenny: lebih baik aku disini dan menggambar bersama jejak.
Andy: aku benci matematika.
Dessy: pacarku, aku cinta padamu, tapi ibu melarangku pacaran karena kita masih SMA.
Andy: aku benci pelajaran menghafal.
Jenny: tapi bapak akan marah jika aku tidak ke Hongkong.
Dessy: kenapa memangnya dengan percintaan anak SMA? Kan masa-masa paling indah adalah masa SMA. Kenapa bocah SMA tidak boleh pacaran? Memangnya kita harus belajar melulu? Matematika memangnya tidak susah? Memangnya gampang menghafalkan sejarah? Memangnya kenapa kalau pacaran? Kita kan sedang puber. Kan cuma pacaran. Jenny juga pacaran. Asal jangan ciuman di kamar mandi saja.
Andi: aku bersekolah 8 jam sehari, lalu kapan aku bisa bermain PS? Aku tidak mau belajar sebelum aku bermain PS. Tapi ibu tidak mau memberiku uang untuk bermain PS. Aku kan butuh hiburan. Masa disuruh belajar melulu. Lalu jam berapa aku bisa main PS? Apa aku bolos sekolah saja untuk main PS? Kenpa sekolah harus dari pagi sampai sore? Aku kan capeeeeeeeee...
Jenny: aku harus bilang pada jejak jika aku disuruh bapak pergi ke Hongkong menjai TKW. Bagaimana jika Jejak marah? Bagaimana kalau Jejak mencari pacar lagi jika aku pergi ke Hongkong? Bagaimana kalau aku disiksa oleh majikanku di Hongkong?
Dessy: pacaran boleh asal jangan ciuman di kamar mandi. Kita kan sedang puber.
Andy: beras sekilo bisa ditukar main PS 2 jam.
Jenny: aku ingin ke Jejak. Aku tidak ingin ke Hongkong. Aku mau kabur dari rumah.
(IBU KEBINGUNGAN)
Ibu: Saya tidak tahu sampai kapan saya bisa bertahan hidup. Sampai kapan suami saya main judi. Sampai kapan Andi main PS dan belajar dengan tekun. Sampai kapan Dessy pacaran dan jadi wanita sukses. Sampai kapan Jenny ketemu orang bernama Jejak dan mau kerja di Hongkong. Dan yang terpenting, sampai kapan tradisi patriarki akan bertahan?
FRAGMEN 3
Sebuah Perayaan Lewat Lagu Dan Dansa-Dansi
Narasi: Kegelisahan ada bersama kereta yang datang dan pergi. Jenny menari-nari membagi kisahnya pada Jejak.
Jenny: Jejak, hibur aku. Gambarkan sebuah negri jauh yang bapak ingin aku kesana, lalu porakporandakan tempat itu. Aku ingin negri itu hancur hingga bapak berhenti menyuruhku menemukan episode yang hilang dari dirinya disana.
Jejak: apa nama negeri yang jauh itu, Jenny? Apa pula warnanya?
Jenny: negeri yang kerap mengatakan “Ni hao ma?” kata bapak. Aku benci sekali tempat itu sebab negeri itu jauh darimu.
Jejak: tidak apa-apa, Jenny, kau bisa tinggal disini bersamaku. memakan roti kedaluarsa dan nasi kotak hasil rebutan yang dibagi oleh orang dermawan. Tinggallah disini sehingga kita selalu bisa saling berdekatan.
Jenny: tapi bagaimana kalau hujan turun, sayang? Tempat ini hanya memiliki sedikit atap.
Jejak: aku punya dua mantel.
Jenny: lalu dimana aku mandi? Bagaimana kalau seseorang mencuri pasta gigiku di kamar mandi?
Jejak: akan ku buatkan kamar mandi untukmu di belakang stasiun ini, Jenny, dengan tempat untuk menyimpan pasta gigi.
Jenny: baiklah, lagi pula tempat ini luas. Aku jadi puas menari. (Jenny mulai menari)
Jejak: (menggambar sesuatu) apa seperti ini gambar negeri yang bapak mau kau kesana?
Jenny: Aku tidak tahu. Aku belum pernah pergi kemanapun keculai rumah, pasar dan stasiun ini. (mencorat-coret gambar yang dibuat jejak)
Jejak: kasian sekali kau, sayang, aku sudah pergi ke banyak tempat sebelum menetap disini. Kau ingin mengunjungi tempat yang seperti apa?
Jenny: aku ingin ke inggris, sayang. Inggris begitu populer di buku-buku. Aku ingin kesana.
Jejak: di inggris tidak ada cumi saos tiram, Jenny, kau tidak akan suka disana.
Jenny: kalau begitu aku ingin ke Jerman berselfie dengan patung Karl Marx.
Jejak: jangan! Nanti kau disangka komunis.
Jenny: lalu aku harus kemana?
Jejak: di sini saja, Jenny, bersamaku. Ayo bermain telepon-teleponan, Jenny, aku akan meneleponmu. (menelfon dengan jarinya) dring... dring...
Jenny: halooooooo
Jejak: halo, sayang, kau sedang apa?
Jenny: aku sedang sedih, sayang, bapak, Dessy, Andi, bahkan ibu menyuruhku pergi ke Hongkong. Dessy kepengen aku pergi ke Hongkong supaya nanti aku kirim duit kepadanya untuk membelikan kosmetik agar pacarnya nempel terus. Kalau Andi, kepengen nanti aku bisa beliin dia PS supaya tidak mencuri beras dan jadi anak nakal. Padahal kan sama saja, kelakuannya sama seperti bapaknya Kalau kamu? Apa kabarmu hari ini, Jejak?
Jejak: aku baik, Jenny. Aku sudah makan pop mie yang ditinggalkan pemiliknya di kursi panjang, aku sudah berdoa hari ini, aku masih yakin kalau jeruk adalah nenek moyangku, dan aku cinta padamu.
Jenny: jeruk macam apa yang menjadi nenek moyangmu, Jejak?
Jejak: jeruk yang berwarna orange, yang kulitnya tebal.
Jenny: tidak ada kepercayaan seperti itu, Jejak, mungkin kau hanya setengah saja membaca kitab sucimu sehingga kau tak paham tentang agamamu.
Jejak: tidak, Jenny, aku paham betul. Aku akan mati diusia 27 tahun di langit.
Jenny: aku benci padamu jika kau mati diusia 27 tahun. Siapa yang jadi pacarku jika kau mati?
Jejak: kau tidak boleh punya pacar selain aku, Jenny.
Jenny: jangan begitu, sayang, jika kau memaksakan kehendak, kau akan sama seperti bapak.
Jejak: aku tidak suka kau punya pacar selain aku.
Jenny: kenapa kau ingin mati diusia 27? Kau tidak ingin hidup denganku sampai usia 45 tahun?
Jejak: akan kuceritakan sebuah kisah padamu, Jenny. Aku adalah anak jalanan. Makan nasi padang dan tidur dikasur adalah sesuatu hal yang jauh. Aku tidak pernah tidur dikasur bahkan dalam mimpi karena aku tidak punya mimpi lain selain mati di usia 27. Aku tidak mau hidup menderita lama-lama, Jenny. 27 tahun cukup untukku.
Kau tau kenapa aku lahir di jurang, Jenny? Jika kau tau, beri tahu aku mengapa hanya aku yang lahir di jurang. Mengapa kau punya bapak dan ibu? Mengapa kau punya kasur dan bantal? Mengapa aku tidak punya kasur dan bantal? Tidak apa-apa, Jenny, ketika aku sampai di langit aku akan tidur di awan. Awan lebih empuk dibanding kasur, kan?
Jenny: ubah saja cita-citamu menjadi kau ingin mati di usia 45 ketika sudah memiliki 5 orang anak di rumah bersama Jenny. Kau akan punya kasur dan bantal jika kau punya rumah, Jejak.
Jejak: aku tidak tahu kalau cita-cita bisa diubah.
Jenny: tentu saja. Aku mengubah cita-citaku setiap seminggu sekali. Minggu ini aku ingin menjadi pramugari. Minggu lalu aku ingin menjadi es krim karna es krim itu manis. Minggu lalu lalu aku ingin menjadi mahasiswa yang suka demo.
Jejak: aku tidak tahu kalau cita-cita bisa diubah semudah itu. Tapi aku hanya punya keinginan itu, Jenny.
Jenny: kau tidak ingin mengubah cita-citamu? Kau tidak ingin bersamaku sampai usia 45? Kau tidak ingin menikah denganku? (menangis)
(JENNY DUDUK DI SUDUT. MENANGIS. JEJAK MENYUSUL JENNY)
(LIMA ORANG BERKUMPUL, MEMAINKAN SEBUAH MUSIK. MENCIPTAKAN SEBUAH KEGILAAN BUAT ORANG-ORANG)
Berikan aku sebuah rumah sakit jiwa yang lembut,
Agar aku dapat memelukmu dalam dunia yang sudah gila
Lihatlah, televisi mengejek kita dengan basa-basi lima ribu perak
Dalam sebungkus roti, kita adalah lapar yang gigil
Tolong jelaskan kepada bapak polisi sayang, aku sedang tidak mencuri waktu untuk ku tukar dengan satu liter beras...
Jenny: aku lapaaaaaaaar.
(DATANG SESEORANG MEMBAWA ROTI DAN SUSU)
Jenny: kau dengar?! Dia menyebutku gelandangan! (sambil menangis)
Jejak: kau ingin pulang, Jenny?
Jenny: kau sudah tidak cinta padaku?
Jejak: Hanya memakai mantel saat hujan masih terasa dingin. Bangku panjang depan stasiun tidak empuk seperti kasur rumahmu. Lagi pula aku hanya punya satu selimut.
Jenny: hujan turun dengan lebatnya. Aku merasa perlu menjadi mantel untuk menyimpan kenangan. Aku ingin merekam riuh antian-antrian tiket di stasiun ini. Aku perlu merekam kau sebelum kau berusia 27 tahun jika kau tetap ingin mati di usia 27 tahun. Aku merasa perlu mengabadikan kau dalam kepala-kepala banyak orang, juga kepalaku.
Jejak: jenny, jangan jadikan percakapan ini semacam perpisahan. Aku ingin bersamamu lebih lama. Memasak tumis kangkung bersamamu adalah keinginanku yang lain. Kau merasa perlu mengabadikan aku dalam kepalamu, kalau begitu peluk aku, Jenny, peluk aku lama agar aku tidak merindukamu nantinya.
Jenny: jangan jadikan kisah kita seperti cerita pada sastra populer, jejak. Jangan suruh aku memelukmu. Jangan minta aku menciummu. Aku hanya ingin jadi mantel.
Jejak: hujan turun, Jenny, kau ingin pulang ke rumahmu?
Jenny: biarkan aku tinggal sebentar saja, Jejak.
(HUJAN TURUN. JENNY DAN JEJAK MEMAKAI MANTEL LALU BERPELUKAN)
(BAPAK MASUK, MEROKOK)
Bapak: Jenny! Jangan memainkan kisah-kisah seperti telenovela di televisi. Kau dan pacarmu seharusnya tahu, banyak hal-hal yang lebih penting dari berpelukan dan berpegangan tangan.
(JEJAK BERLARI. MENCARI TEMPAT BERSEMBUNYI)
Jejak: jenny, aku takut dengan bapakmu sebab aku miskin.
Jenny: papi, jangan paksa aku, papi. Aku ingin bersama Jejak.
Bapak: mana pacarmu? Aku ingin bertemu.
(BAPAK DAN JENNY MELIHAT KE ARAH JEJAK BERSEMBUNYI)
Jejak: papi, aku telah mencoba menjadi laki-laki yang memiliki kekuasaan sepertimu. Tapi nyatanya aku hanya memiliki sepasang baju yang kupakai dan tikar hadiah lomba lari dengan anjing. Aku tak mempunyai apa-apa tapi aku mencintai Jenny, papi.
Bapak: kau menjadikan Jenny gila dengan narasi-narasimu yang panjang. Jenny sudah tidak lagi menurut padaku. Karna kau jenny menolak menemukan episodeku yang hilang di Hongkong.
Jejak: papi, disini juga banyak gedung-gedung tinggi dan lampu dimalam hari, mengapa kau harus mengirim Jenny ke Hongkong? Hongkong kan jauh.
Jenny: iya, papi, mengapa kau memaksaku pergi jauh?
Bapak: pergi ke tempat yang jauh membuatmu menjadi dewasa, Jenny.
Jejak: jika Jenny pergi, siapa lagi yang akan kupeluk? Aku tidak mau memeluk dan bersandar pada keramaian yang panjang seperti dulu.
Jenny: sayang, aku tidak mau kau memeluk yang lain selain aku. Aku tidak akan pergi ke Hongkong. Sudah kubilang aku ingin bersamamu.
Bapak: tak ada hujan, tak ada pigura, tak ada koper yang mampu membuatmu untuk tidak pergi ke Hongkong, Jenny. Kau akan pergi besok, ucapkan salam perpisahanmu untuk pacarmu. Tidak usah ada janji untuk saling bertemu kembali. Jangan jadikan kisah kalian seperti cerita-cerita murahan yang dibaca anak SMA.
Jenny: papi...
Bapak: Tidak usah ada perkelahian seperti di televisi. Tidak usah ada cek-cok bapak dan anak, tidak usah ada penolakan berlebihan. Tidak usah ada perpisahan dramatis antara kau kan pacarmu. Biasa saja, Jenny. Yang harus kau lakukan adalah berjalan di belakangku menuju rumah lalu berkemas dan besok kau pergi ke Hongkong. Jangan jadikan panggung ini riuh oleh konflik-konfik yang penonton juga telah paham bagaimana akhirnya.
Jenny: papi...
Jejak: Jenny...
(RUMAH DAN STASIUN SEPERTI TIDAK ADA BATAS. MEREKA SALING MENDENGAR KEGILAAN MASING-MASING.)
Ibu: andi! Jangan curi beras ibu melulu. Lama-lama kubunuh kau! Kau tidak mau keluar?! Kau tidak mau menurut padaku?! Kau mau jadi anak durhaka?! Andi! Kemari kau!
Dessy: guntoro pacarku, aku ingin menulis surat cinta untuku, tapi aku seperti tersesat dalam kalimat-kalimat panjang yang kubuat sendiri. Sudah kubilang aku akan memutuskanmu jika kau selingkuh. Kupikir kalimat putus tidak pantas dituliskan dalam surat cinta, tapi aku merasa perlu mengatakannya agar kau tahu aku narasi-narasiku bukan cuma omongan belaka. Lagipula kita kan belum berciuman.
Andi: ibu, jangan bunuh aku, bu. Aku hanya ingin bermain PS bersama teman-temanku. Jangan lupa besok ibu harus ke sekolah. Aku dapat surat dari ibu guru.
Ibu: bikin ulah apa lagi kau kali ini? Duh gustiiiiiiii....
Dessy: aku sudah menyimpan fotomu di dompetku. Aku akan mengirinkan fotoku juga untuk kau simpan di dompetmu.
Andy: ibu aku tidak berbuat apa-apa, bu, kata bu guru aku harus sering datang ke sekolah.
Ibu: kau bolos lagi? (ibu menghampiri Andi) sudah kubilang jangan membuat ulah melulu. Ibu sudah cape bekerja kenapa kau memberiku pekerjaan lagi dengan bolak-balik ke sekolah mengurusmu. Seminggu sekali pasti beras dirumah hilang. Seminggu sekali pasti ada surat dari ibu guru. Aku heran mengapa sampai saat ini kau belum dikeluarkan dari sekolah andi!
Jenny: sayang, pada akhirnya tidak ada yang bisa melawan bapak. Aku harus pergi ke negeri yang jauh itu.
Jejak: aku akan sedih jika kau pergi, sayang.
Jenny: kau sedih jika aku pergi mengapa kau tidak mau mengganti cita-citamu mati diusia 27 tahun? Kalau bukan aku yang meninggalkanmu saat ini, kau pasti yang akan meninggalkanku. Aku baru sadar, Jejak, aku seharusnya senang aku punya alasan sebelum pergi sebelum kau yang lebih dulu pergi. Tapi aku tetap bersedih. Aku cinta padamu. Tapi benar kata bapak, tidak usah ada janji untuk saling bertemu lagi. Mungkin kau sudah mati sebelum aku kembali. Aku akan mencari pacar saja di Hongkong.
Aku akan keluar dari kisah-kisah yang kerap kita buat sendiri, jejak. Aku tidak ingin menggambar lagi. Menggambar adalah cara untuk melarikan diri dari dunia sebab kita miskin. Anggap saja ini adalah perpisahan.
Bapak: hentikan cerita-cerita populer yang kalian buat sendiri. Aku seperti menonton sinetron ribuan episode dengan iklan minuman murahan bersoda. Kau pikir kau berteater maka kau ada? Aku sudah muak!
...
Hilang Dalam Sebuah Narasi Panjang
(JEJAK BERDIRI DI TENGAH PANGGUNG. MASIH MEMAKAI MANTEL)
Jejak: jenny, kau tidak boleh punya pacar lagi di Hongkong. Aku sudah kesepian tanpamu. Aku mencintaimu, jenny.
Apa agamaku, Jenny? Mengapa aku menyembah jeruk? Karena tidak ada yang mengajarkan agaman padaku. Aku tidak kenal pak ustadz yang kerap kau datangi untuk belajar mengaji. Aku tidak tahu siapa itu pendeta. Aku hanya tau jeruk enak dimakan, Jenny.
Jenny, aku lahir di jurang atau aku lahir di kasur lalu dilempar ke jurang? Aku tidak mau mati dijurang karena itu aku ingin mati di langit.
Jenny, ternyata besok aku akan berumur 27 tahun. Aku sudah bilang padamu aku akan mati diusia 27 tahun di langit bukan di jurang. Aku akan mati diusia 27 tahun. Di langit. Mati usia 27 bukan dijurang. Dilangit. Aku akan mati. Di langit. Mati di langit. Usia 27. Di langit. Mati. Bukan di jurang. 27. Mati. Aku mati diusia 27. Mati. Di langit. 27. Jurang. Mati. Bukan di jurang. 27. Mati. Dilangit. 27. Jurang. Mati. 27. Langit. Aku mati di langit. Mati. Jurang. Langit. 27. Aku mencintaimu.
Komentar
Posting Komentar