Oleh : Syahroel Agung P
" Kita akan melakukan olah TKP Pak. "
Bodoamat!
"Enak gimana? Dipenjara kok enak, aneh-aneh aja kamu ini, nih minum dulu, biar gak tegang, keliatan tuh mukanya tegang udah kaya ujung knalpot."
"Emang apa hubungannya ujung knalpot sama muka tegang om?"
"Udah disambungin aja, nih jus anggur spesial."
"Ah, si om, aku mending itu aja om, yang bali menyapa"
"Hah?"
"Itu loh om, Balihai."
"Dasar anak muda, kebanyakan basa basi."
Tamat.
Seperti kemarin, pada pagi hari aku tetap setia duduk menghadap meja. Sekadar bercengkerama ringan untuk menghilangkan beban. Pagi itu, ditemani teh hangat bersama keripik pisang berperisa asin duduk menghadap meja. Seruputan pertama teh di pagi itu mengawali perbincanganku dengan meja ruang tengah. "Apa yang kamu ketahui tentang dunia ini? Apa yang kamu rasakan tentang dunia selama ini?." Tentu saja tanpa jawaban, aku terus meracau, membicarakan tentang sialnya siang itu, membicarakan tentang kesalku. "Apa kau tau? Aku sama sekali tak bermaksud untuk membunuhnya, ia secara sengaja menusukkan pisau itu ke perutnya sendiri, sialnya hanya ada aku waktu itu." "Niat baikku ternyata berbuah kesialan, aku hanya ingin menolongnya waktu itu, tapi tuduhan itu seakan menikamku. Sungguh, entah apa yang ada dipikiran mereka."
Siang itu, aku pergi ke toko Wak Sino untuk membeli beberapa bahan makanan yang telah habis. Namun waktu itu suasana sedang tidak ramah. Ada seorang pemuda berambut keriting dengan muka lusuh setengah duduk pada tumpukan beras milik Wak Sino. Ternyata pemuda itu adalah keponakannya Wak Sino sendiri. Dengan pisau di tangan, pemandangan saat itu persis dengan adegan-adegan yang ada pada FTV. "Kenapa hidupku penuh dengan penderitaan, kenapa ia yang kucinta memilih bersamanya, kenapa? Kenapa orang tuaku mengirimkanku ke tempat bodoh ini! Semuanya bermula pada tempat bodoh ini! Sialan. Sungguh kota ini sangat kejam!" Dari perkataannya aku mengetahui pokok persoalannya, ia sedang patah hati karena cintanya pergi. Lucu juga, mengapa harus sampai seperti itu, seperti di sinetron saja.
Pemuda itu tampak sedang murung, dengan pisau yang mengarah ke perutnya sendiri, seolah-olah siap untuk bunuh diri. Memang ia akan bunuh diri. Dengan sedikit mengeluarkan air mata, dan mulutnya yang terus mengeluarkan kata-kata tanpa jelas pengucapannya. Ia sangat siap untuk meninggalkan dunia, meninggalkan kekasihnya yang sedang bercumbu dengan lelaki lain, mungkin. Melihat pemandangan seperti itu aku sendiri takut, dan juga bimbang antara ingin pergi atau menyelamatkannya. Setelah perdebatan yang cukup panjang di dalam kepalaku. Akhirnya aku memutuskan untuk menyelamatkannya, dengan aksi heroik aku segera berlari menuju ke arah pemuda itu. Namun naas, pisau itu terlalu cepat menancap pada perutnya. Lantas aku berusaha menarik pisau itu. Namun kesialan menimpaku pada waktu itu. Ada orang yang tanpa permisi datang dan melihatku memegang pisau yang bersimbah darah, orang itu panik lantas berteriak meminta pertolongan warga sekitar. Tak butuh waktu lama, rombongan warga pun datang dan dengan sigap menyergapku. Aku diseret tanpa ampun, hampir jadi bulan-bulanan warga, untung saja ada Pak RT yang segera menghentikan aksi para warga keparat itu. Aku diajak Pak RT ke rumahnya, ditanya beberapa perihal. Aku sangat panik waktu itu, bagaimana tidak secara cepat aku hampir mati konyol ditangan manusia-manusia sialan. Diluar rumah Pak RT sudah banyak warga yang menunggu dan ada yang sebagian hanya ingin tahu apa yang sedang terjadi. Hingga Pak RT membukakan pintu rumahnya, dua orang pemuda secara tiba-tiba menyeretku keluar. Tentu saja aku sangat terkejut, bagaimana tidak, ini sungguh tidak etis, rasanya aku sedang ada di kerumunan barbar. Aku terus meronta, namun apa daya, kekuatan mereka lebih kuat dibandingkan denganku. Sampai diluar aku dihadapkan pada warga yang tengah berkumpul. Tanpa ada aba-aba mereka menginterogasiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah kubayangkan. Hingga ada yang menanyaiku dengan satu pukulan dikepalaku, untung saja Pak RT memisahkan orang itu dari kerumunan.
Dua jam setelah itu, aku sudah berada di kantor polisi. "Kami sudah memiliki cukup bukti untuk menahan Anda, jadi ini adalah satu kesempatan Anda untuk menceritakan kisah Anda." Sial, mengapa aku harus berada diposisi seperti ini. Bingung aku menjawabnya, aku jawab dengan penuh hati hati. " Pertama, saya akan menyatakan bahwa itu adalah sebuah kesalahpahaman. Kedua, mereka tidak menginginkan penjelasan dari saya. Ketiga, kesialan apa yang menimpa saya sehingga saya bisa sampai ke tempat seperti ini?"
" Tenang bung, santai. Apa yang sedang anda lakukan pada saat itu di tempat kejadian perkara? "
" Jadi gini pak, waktu itu akutuh lagi beli beberapa perlengkapan hidupku, terus tiba-tiba aku liat cowo alay yang sedang ngomong sendiri, kedengarannya lagi galau si pak. Terus dia gatau kenapa menusukkan pisau yang dipegangnya, nah,saat itu aku niatnya baik nih pak, nyabut tuh pisau dari perutnya, eh, tiba-tiba dating satu orang sialan yang gak mau dengerin aku ngomong. Terus dia teriak manggil warga sekitar. Jadi deh aku disini."
" Adakah bukti yang dapat menguatkan argumentasi anda?"
" Haduuuh pak, tidak ada sama sekali, bagaimana ini."
Ya, bisa tebak sendiri kan gimana jadinya?
Sialan!
Mimpi apa aku semalam, aku bermalam di kantor polisi. Ini bukan perkara yang baik. Ini lebih dari sekadar kutukan. Apa yang akan terjadi esok ketika aku membuka mataku, sungguh aku dirundung pilu. Kesialan apalagi yang akan aku alami esok hari. Ini sungguh, benar-benar diluar batas pemikiranku, aku sama sekali tak pernah berpikir akan sampai tempat ini. Saat ini aku tidak selera untuk melakukan apa-apa, hanya diam memandang orang yang lalu lalang lewat depan tempat dudukku. Bahkan ketika malam tiba, aku tidak bisa memejamkam mata. Banyak pikiran yang mengguncangkan otakku. Lebih tepatnya aku gelisah malam itu.
Hingga pagi datang, aku belum sempat memejamkan mata walau hanya sepuluh menit. Sebelum akhirnya aku diberitahu untuk bersiap.
" Ada apalagi?"" Kita akan melakukan olah TKP Pak. "
" Berhenti memanggilku dengan kata itu, aku belum punya istri!, ngomong-ngomong untuk apa kita lakukan itu?"
" Maaf Pak, eh Mas. Untuk penyelidikan kasus, kan biar afdal.
" Bodoamat, terserah kalian. Intinya aku pengin pulang. "
Aku pergi ke toko Wak Sino dengan kondisi tangan diborgol, menggunakan mobil polisi. Serasa tahanan, aku begitu malu untuk pergi kesana. Apalagi akan ada banyak warga yang menyaksikan. Aku mengikuti serangkaian olah TKP dengan begitu nelangsa. Polisi menyuruhku agar menceritakan secara detail kejadian kemarin. Aku memperagakan seluruh kejadian secara runtut dan sedetail mungkin.
Setelah olah TKP, kami semua kembali ke kantor polisi. Namun ketika di perjalanan aku melupakan satu hal, Rekaman CCTV. Aku segera memberitahu polisi bahwa ada sesuatu hal yang tertinggal. Sesampainya di warung wak sino kembali, aku menanyakan perihal rekaman CCTV.
"Apakah ada CCTV di toko ini Wak?"
"Ada empat titik, namun ada dua yang tidak berfungsi."
"Kalau yang ini berfungsi tidak Wak?" sambil menunjuk ke arah salah satu kamera.
"Yang itu kebetulan tidak berfungsi."
Mampus, kamera itu yang aku rasa merekam dengan jelas seluruh kejadian. Namun sialnya kamera itu rusak. Haduh, bukti apa yang harus aku pegang. Rasanya aku lebih memilih mati daripada harus terjadi seperti ini.
Setelah sampai di kantor polisi lagi, aku terkejut mendengar tawaran polisi disana, mereka menawarkanku beberapa paket sel. Ada paket VIP , kelas kakap, reguler, dan sobat missqueen. Astaga ada-ada saja ulah mereka, berasa sedang di tempat karaoke, ditawarin paket room. Dan anehnya, ada yang mengatakan mungkin komandan merekabahwa aku dititipkan saja disel nomer 09, yang kalau tidak salah itu adalah sel VIP. Wow, ini penjara atau hotel bintang lima, sangat mewah untuk ukuran penjara. Bayangkan tempat tidurnya springbed, ada sofa, lemari pendingin, AC. Ah, aku mending dipenjara aja kalau gini.
Biasa aja mukanya, ga bisa liat orang kaya ya hahahaha. Celetuk sipir yang mengantarkanku
"Kaget aja, ini penjara apa hotel bintang lima, kok bisa begini mewahnya."
"Selama kamu hidup, kemana aja? Gini aja kaga tau, kalo kata mamahku tuh kamu gumunan.”Bodoamat!
Aku di masukkan dalam sel yang berisi bapak yang aku perkirakan berumur 50 tahunan, dengan setelan necis dan dandanan klimis. Bapak itu terlihat bahagia walau sedang menjalani masa pidana. Terlihat seperti tidak ada beban dalam hidupnya, bahkan ia terlihat seperti sedang liburan, ah entahlah.
"ooo, jadi anak ini yang akan menginap di kamarku, siapa namamu nak?" Tanya bapak itu.
"Namaku Diro Om, hehehe, kalo penjara kaya gini enak ya om?""Enak gimana? Dipenjara kok enak, aneh-aneh aja kamu ini, nih minum dulu, biar gak tegang, keliatan tuh mukanya tegang udah kaya ujung knalpot."
"Emang apa hubungannya ujung knalpot sama muka tegang om?"
"Udah disambungin aja, nih jus anggur spesial."
"Ah, si om, aku mending itu aja om, yang bali menyapa"
"Hah?"
"Itu loh om, Balihai."
"Dasar anak muda, kebanyakan basa basi."
Malam itu menjadi malam yang panjang dalam satu ruangan dengan fasilitas penuh. Kami berdua saling berdialog ringan tentang kehidupan, tentang apa dan bagaimana yang harus kau lakukan jika ingin hidup enak. Ternyata tak selamanya yang kita kira bergelimang harta, bahagia dalam hidupnya. Bahkan kehidupan mereka lebih rumit dari yang pernah kita bayangkan. Namun yang lebih tidak bisa dibayangkan adalah sel itu, begitu megahnya. Aneh, kenapa aku bisa masuk dalam sel itu, seperti mimpi saja.
Malam itu, saat kurang lebih jam dua malam, aku berniat untuk kabur dari tempat bodoh ini, kebetulan pintu sel itu tidak dikunci. Aku jalan mengendap, mirip agen 007 dalam film laga. Perlahan melewati sipir gendut yang sedang tidur itu, tiba-tiba terlintas dipikiran untuk mengambil pistol yang ada dimeja itu, biar kayak difilm beneran. Aku berhasil keluar dari ruang tahanan itu, dengan membawa pistol yang aku taruh dalam celana dalam, agak sulit untuk jalan sebenarnya. Perlahan, terus mengendap sampai lobi gedung itu. Dan ah, ternyata sesimpel ini kabur dari penjara. Namun sial, aku ketahuan oleh sipir yang sedang ngopi santai di halaman depan gedung. Diseretnya aku masuk kedalam, dipukul, ditendang, sungguh kejam.
Pagi telah tiba, hari ini hari dimana aku akan disidang. Dengan berbagai persiapan aku benar-benar ingin cepat selesai. Aku duduk di kursi persidangan. Dengan muka lusuh dan menahan kantuk, karena belum tidur selama kejadian ini bermula, untungnya sempat sarapan yang diberikan oleh bapak yang di sel mewah itu.
"Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat Pagi hadirin peserta sidang. Pada hari ini akan dilaksanakan Sidang Perkara Lingkungan Hidup atas nama terdakwa Amantanius Kusdiro, untuk itu diingatkan kepada seluruh peserta sidang untuk menonaktifkan segala alat komunikasi dan tidak melakukan hal-hal yag dapat mengganggu jalannya persidangan. Baik, sebelumnya demi kelancaran persidangan ini, ada baiknya kita berdoa terlebih dahulu, berdoa silahkan." Hakim ketua mulai berkata. Ada hal yang ganjil, suara itu sepertinya orang yang sangat aku kenal.
"Saudara Diro." Dan ya, itu sangat jelas, terdengar sangat jelas seperti suara orang itu, masih aku menundukkan kepalaku karena terasa pening.
Diro! Dir! Dirooooo! Suara itu makin memekakkan telingaku, Dirooo!! Lagi ngapain kamu disitu, wooy! Aku terkejut, Hingga aku terjatuh dari kloset milik Wak Sino. Dan ya, ternyata tadi benar suara Wak Sino yang memanggil-manggil namaku. Dan ternyata selama 1001 detik aku terlelap dalam toilet Wak Sino, dan dalam 1001 detik pula kejadian itu sungguh sangat terasa.
Tamat.
Komentar
Posting Komentar