Pria Giordani
Gold Notte
Oleh : Diana Athuf Asiyah
Berjarak 10 meter di depan mataku, seorang Pria
melenggangkan tangan, mulutnya komat-kamit, dan kakinya melangkah keluar dari crew bar. Dilihat dari topinya, tentu
dia seorang deck crew.
Lima langkah lagi kuperkirakan kami
akan berpapasan. Satu-dua-tiga-empat-li..... dia berbelok ke kanan. Tidak jadi
berpapasan tapi kau tahu? Ada yang kutangkap. Apalagi kalau bukan aroma
tubuhnya. Aku masuk ke crew bar, hidungku
masih mengingat aroma apa yang kucium. Suara bising dari segala penjuru tak
mengacaukan pikiranku. Kau tahu? Hidungku tetap fokus dan ya aroma tubuhnya
adalah campuran Italian Citrus,
Black Coffee, dan Black Vetiver Accord.
Apakah dia seorang yang penuh
kejutan, kelam, lembut dan misterius? Aku bertanya-tanya dalam lamunanku.
Sambil menunggu makananku, aku terduduk di kursi paling pojok bersama kawanku, cabaret singer bernama Lia. Jika kau
melihatnya dari tadi ia mencoba mengajakku berbicara, namun otakku masih
memikirkan aroma-aroma itu dan gaya nyentrik pria tadi. Akhirnya Lia mulai
bernyanyi, sembari berlatih lagu untuk nanti malam. Dia sudah paham denganku
yang suka melamun, tentu dia tak marah. Nyanyiannya membuatku perlahan
tersadar. Karena aku juga menjadi ingat dengan punchline apa yang akan kusajikan nanti malam. Makanan datang, kami
makan dan sedikit mengobrol.
Waktu istirahat sebentar lagi
selesai, dalam lima menit kami kembali ke teater. Seperti yang kau tahu, Aku
keturunan jawa yang setiap malam harus berkomedi di panggung kapal pesiar, di
depan 500-1.000 penumpang. Kebanyakan mereka dari Eropa, Amerika, Australia,
dan sedikit Asia. Walaupun demikian aku tak mau darah Jawaku hilang begitu
saja. Bahasa Inggris kugunakan 85% dalam melawak - 15% kusisipkan dialek Jawa. Selain
itu, kebaya dan sanggul adalah kostumku berkomedi.
Malam ini tubuhku akan beraroma, orange, vanilla, red lilly, dan amber
yang terangkum dalam Parfum Amber Elixir.
Aku akan mengenakan kebaya berwarna merah, celana batik, dan rambut disanggul.
Aku juga akan mengenakan sepatu bot berwarna coklat yang ku beli saat sandar di
Italia setahun lalu. Rencananya sepatu ini akan kujadikan premis. Aku keluar
kamar dengan tubuh dan kostumku yang sudah siap naik panggung.
Aku menyusuri cabin dan cukup menjadi sorotan beberapa crew yang berlalu-lalang. Aku berjalan lima menit dan kemudian tiba
di lift. Di dalam hanya ada satu
orang. Orang itu adalah pria yang kulihat tadi siang, namun kami hanya sibuk
dengan diri masing-masing. Ia melihatku masuk lift, tapi setelah itu ia fokus melihat layar ponsel pada WhatsApp Messenger dan mulutnya
bersenandung. Aku mendengar suaranya samar sembari membaca punchline yang sudah kusiapkan. Kebersamaan kami hanya 30 detik. Lift di kapal melaju cepat. Ia menuju
dek 3. Aku melanjutkan perjalanan dan masuk ke backstage teater. Aku datang 30 menit lebih awal, dan crew lain
masih bersiap. Saat jam sudah menunjukan pukul 19.00 waktu Italia. Brieffing dimulai sementara penonton
sudah boleh memasuki teater.
Waktu pertunjukan dimulai. Aku
melangkah mantap ditemani kebaya merah dengan sanggul besar khas Jawa di
kepala, celana batik, sepatu bot kulit Italia, dan untuk menambah percaya diri
aku semprotkan sekali lagi Parfum Amber
Elixir di kebayaku, tepat di dadaku. Kau tahu? Musik yang mengiringi aku ke
atas panggung yaitu, Tembang Macapat
Asmaradana. Aku senang sekali. Sampai tembang itu terputar, kupikir ini
adalah ide Asst. Stage Manager. Merespons Tembang
Asmaradana tadi, lima menit kujelaskan sedikit tentang makna tembangnya,
tentang aku, tentang Jawa, tentang Indonesia. Ya begitulah gaya perkenalanku
(semuanya berbahasa Inggris). Rencana awal aku akan menggunakan premis sepatu
bot coklatku, tetapi musik pengiring cukup mendistraksi dan aku ingin menunjukan
eksistensiku sebagai orang Indonesia.
Lima menit berlalu secara spontan,
aku melihat seorang pria nyentrik akan duduk di bangku penonton muncul dari backstage dan kau tahu? Ia adalah pria
tadi siang. Begitu melihatnya aku langsung teringat aroma tubuhnya, itu sangat
mirip Parfum Giordani Gold Notte. Tiba-tiba
aku merinding dan dengan spontan mulutku mulai mengumandangkan Tembang Asmaradana.
Linali tan bisa lali
Suwe suwe saya nglela
Katon wae sak solahe
Gembili gung who ing tawang
Gedebugan ra geng wang
Jenang sela reca kayu
Mbalenjet nggoleki sira
Sekilas
kulihat ia duduk dan fokus mendengarkan suaraku. Kau tahu? Ya Tuhan, hatiku
berdebar dan bahagia sekali. Panggung teater yang tak asing bagiku seolah
menjadi panggung baru dengan bunga-bunga berjatuhan di sekitarku. Tentu itu
hanya ada dalam pikiranku. Imaji bunga-bunga itu membuat tubuhku menari gerakan
Tari Jawa sederhana sebisaku, ngithing,
ukel, dan mendak sepanjang lagu.
Sepuluh menit berlalu dan aku belum
masuk ke poin sejarah Italia. Italian
Folk Music menyadarkanku untuk kembali pada dunia komedi. Aku tersadar
sedang bekerja. Seperti terbangun dari mimpi, sekarang saatnya sepatu bot kulit
berwarna coklat kutonjolkan dan menjadi premis seperti rencana awal. Suasananya
aku buat seolah penonton menjadi penumpang Gondola yang sedang melintasi sungai
di Venesia. Aku berperan sebagai Pendayung Gondola. Dari sepatu bot aku tarik
ceritanya dan mulai bercerita sejarah
Kastil Miramare yang berdiri gagah di tepian Laut Adriatik. Itu sebuah kastil
yang dikelilingi kebun botani bergaya Barok.
Di atas panggung aku tak sendiri, lampu-lampu
menyorotiku dan home band siap siaga
bermain musik untuk mengiringi aku bercerita. Penonton masih fokus mendengarkan
ceritaku tentang Kastil Miramare yang berawal dari Kekaisaran Hapsburg. Karena
aku seorang komedian aku tak bercerita dengan terus-terusan serius seperti guru
sejarah di SMA-mu, sembari bercanda kusisipi lagu-lagu yang terkenal di Italia.
Kubuat mereka pecah fokus, aku menuruni panggung dan mengajak seorang pria yang
sudah berpasangan. Lalu aku mengajaknya naik panggung dan kami pun berdansa,
aku juga bernyanyi. Sementara pasangan lain berpelukan saat kami berdansa.
Pasangan aslinya cemburu dan ia ikut naik panggung, kami berdansa bersama.
Dansa bertiga menjadi lucu seluruh penonton menjadi tertawa.
Tiga puluh menit berlalu, penonton
senang, pertunjukan diakhiri dengan tepuk tangan riuh penonton. Aku pun kembali
tersadar ada seorang pria yang masih menikamti penampilanku, jika tidak salah
ia tidak menolehkan kepala ke kanan atau ke kiri, ia juga tidak
mengkomat-kamitkan mulutnya seperti pertama kali aku melihatnya, dan kalau
tidak salah lihat - saat aku menyanyikan lagu Gianni Morandi - Banane And Lampone ia ikut bernyanyi.
Hari sudah pagi lagi. Kubalut
tubuhku dengan aroma Pink Rhuharb,
Firework Flower, dan White Amber, yang terbungkus dalam Parfum Live in Colour. Aku harap hari
ini penuh keceriaan dan lebih semangat dari hari kemarin. Kau tahu? Sejak
pertemuan pertama di depan crew bar, entah
ada angin laut apa, kami pun sering berpapasan. Aroma tubuhnya masih sama
seperti kemarin, aku pun semkain mantap kalau itu adalah aroma Parfum Giordani Gold Notte. Ia seorang Deck Crew, ia bergegas pergi untuk mengecek
life boat dan pekerjaan lainnya. Aku
berjalan menuju teater.
Notifikasi broadcast dari WhatsApp Grup
Entertainmentt Staff muncul di ponselku. Asst. Stage Manager mengirimkan
Pamflet Final Night The Voice of The Ocean,
dibawahnya ada foto-foto dan nama finalis yang masuk Grand Final. Rasa penasaranku membuatku terus menggulirkan layar
ponsel ke bawah, melihat satu persatu siapa finalisnya. Foto ketiga, finalisnya
dari Indonesia dan saat kulihat fotonya, kau tahu? Yaaa, Pria yang menarik
perhatian di depan crew bar kemarin, Pria
Giordani Gold Notte. Besok pukul 19.00 (jam Indonesia 00.00 WIB) Grand Final akan dimulai, Entertainmentt Staff akan libur
berpentas, dan kami boleh menonton Final
Night The Voice of The Ocean.
Bintang menghilang, matahari 13 Juni
bersinar sangat terang. Day off.
Pagi-pagi sekali aku pergi ke gym, setelah itu aku hanya ingin berjalan-jalan
melihat laut lepas yang sedang berciuman dengan matahari. Sebentar lagi kapal
akan sandar di Pelabuhan Trieste. Aku tidak merencanakan untuk pergi ke mana
pun, Lia mengajakku jalan-jalan dan berbelanja di pusat kota. Aku menolaknya,
jam pun sudah menunjukan waktu rindu. Aku memilih menelepon ibuku.
Pada layar video call WhatsApp Messenger,
ku arahkan kamera ponsel ke tempat-tempat di sekitarku. Aku sedang berada di lobby kapal, ibu mengangkat teleponku
saat aku naik satu tangga. Aku berhenti sejenak lalu menggerakan tanganku
supaya ibuku melihat kemegahan kapal pesiar tempatku bekerja. “Masyaallah”
adalah kata yang terucap pertama kali. Lalu aku mengucap salam dan sekeluarga
di Jawa pun menjawab “Waalaikumsalam, mba-nok-tante” ya suara yang lumayan
ramai dan bertumpuk, karena ponselku di keroyok anggota rumah. “Mba lagi
dimana? Mba bagus banget? Tante ajak aku ke sana... Nokkk apa kabar, kamu
sehat?” Ya semua mengatakan dalam bahasa Jawa dan tak ada yang mau bergantian
berbicara. Kau tahu? Kami sama-sama sedang merindu, dan aku hanya menjawab
dengan senyum, tawa dan sedikit menjelaskan ini di lobby kapal, di atas sana ada banyak restoran, di sebelah kiri atas
ada bar, sebelahnya lagi casino, itu dia pintu berwarna merah, teater tempatku
membuat pertunjukan setiap hari, lain kali akan kuajak virtual theatre tour, tapi kali ini aku ingin ke atas, “Zidan mau
lihat kolam renang ngga?”, sapaku pada keponakan tampan yang menggemaskan. Kami
berbicara dalam Bahasa Jawa. Hahaa, kau tahu rasanya bicara bahasa ibu di
Eropa? Rasanya? Ah mantap! aku bangga sekali. Kami berbicara ngalor-ngidul sampai akhirnya tiba di
kolam renang. “Tante, lautnya besar sekali”, kata adik kecil anak tetangga
dalam Bahasa Jawa. Dia memang anak tetangga, tapi kami sudah sangat dekat dan
ia tak pernah absen kalau kami video call.
“Oya jelas, ini namanya Laut Adriatik, kamu bisa berenang?” Mereka tertawa.
“Kalau mau berenang di sini saja” menunjuk kolam renang di atas kapal pesiar
yang waterboom-nya cukup tinggi.
Yaa, begitulah cara kami menghapus
rindu, ya hanya seperti itu. Tiga tahun terakhir aku memang belum pulang,
rencananya akhir tahun ku akan pulang. Begitu kuutarakan di tengah obrolan kami
yang berlarut-larut , di sini jam 10.00 dan tersisa ibuku di layar
ponsel. Obrolannya sekarang lebih rahasia, fragmen terakhir adalah gendu-gendu rasa. Ibuku sekali lagi
bertanya “Nok, kamu sehat?”. Aku senyum dan menjawab “Aku pergi ke gym setiap
hari, setelah itu lanjut jogging di atas kapal pesiar. Ibu mencium tidak
parfumku hari ini?” Aku sudah tahu itu tak mungkin tetapi hanya iseng saja. Aku
selalu bercerita soal parfum, aku sering berganti parfum - aku suka mengoleksi
parfum - aku memakai parfum sesuai dengan suasana, harapan, warna pakaian, dan
ya kadang random saja. Ibuku tahu semua parfumku. Karena aku selalu melapor, “ibu
parfum aku baru” dengan format foto parfum lalu dibawahnya kuketikan nama
parfum dan aromanya.
Semacam telepati atau mungkin ibuku
hanya menebak geliat tubuhku. Ia menebak dengan sangat tepat. “Hmmmmm, kamu
pasti pakai perfume Volare yang merah itu kan, Nok?”. Aku terkejut, ibu hanya
menebak dalam 10 detik. Lalu aku tersipu malu. Dengan mantap ibu bertanya, “Kau
sudah menemukan?”, kali ini ibu berbicara Bahasa Indonesia. Aku tersenyum lalu
bertanya, “Bu, kau ingat Parfum Giordani
Gold Notte, parfum pria kesukaan aku?”. Wajah ibu seperti sedang
mengingat-ingat sesuatu. Aku melanjutkan “Aku selalu berharap bertemu dengan
pria beraroma Giordani Gold Notte,
dan kemarin aku tak sengaja berpapasan dengan Pria Giordani Gold Notte. Aku
tidak tahu parfum apa yang ia kenakan, hanya hidungku berhasil mengendus itu
adalah aroma Italian Citrus, Black
Coffee, dan Black Vetiver Accord.” Aku berapi-api, ibuku tetap tenang
dan menyimak sangat serius. Setelah aku berbicara panjang, ibuku menjawab
dengan satu kalimat yang dibubuhi senyuman manisnya, “Kau mengenal Pria
Giordani Gold Notte-mu itu?”. Aku menggeleng dan ibuku lanjut menasehati.
Perkataanya tulus sekali.
Kali ini fragmen romantis. Kau tahu?
Aku terakhir pacaran 2019. Selama menjadi pelaut kehidupanku tak ada kisah
romantisnya, kalau pun ada hanya pemandangan sepasang kekasih yang melakukan
adegan romantis dan berlibur selama 7 hari di kapal pesiar. Pemandangan ini
semakin luas karena di setiap arah mata angin ku selalu melihat pemandangan
ini. Oke, tapi kau tak perlu risau karena Tuhan selalu setia menghiburku dengan
keromantisan dan keharmonisan alam yang selalu terpancar dari atas kapal pesiar
atau jendela kamar. Ya menurutku, Tuhan adalah Dzat Yang Maha Romantis.
Ibuku akan Sholat Ashar, kemudian ia
izin untuk menutup telepon. Ini adalah kalimat terakhir sebelum ia menutup
telepon “Nok, selamat ulang tahun yang ke-30, ibu doakan kamu segera berkenalan
dan bersama Pria Giordani Gold Notte-mu itu, Barakallah. Ibu tahu ulang tahunmu
itu besok tapi besok ibu mau kondangan, jadi ibu ucapakan sehari sebelum ya,
ibu mau jadi yang pertama” sekali lagi garis senyum di bibirnya terlihat sangat
merekah. Lalu kami menutup dengan saling mengucap salam.
Lia tiba-tiba muncul dan memberiku
coklat. “Lia sayang terima kasih, wah kau masih ingat saja setahun lalu kita
juga makan coklat ini setelah kita beli sepatu bot”, kami tertawa. Lia
memang seorang cabaret singer, tapi
dia juga energik dan suka menari. Kami menuruni kapal. Lalu kami membuat video
joget di media sosial dengan background
deretan kapal yang sedang sandar. Ya lihatlah, itu kapal kami yang paling besar
- yang paling megah. Kami kembali ke kapal. Saat di lorong menuju kamar aku
bertemu temanku, Anna dari Brazil. Tiba-tiba terlintas di pikiranku, aku pun
bergegas meminta tolong. “Anna rambutku sudah panjang, mau kah kau memotong
rambutku?” tentu dalam bahasa Inggris. Ia mengangguk dan merasa hobinya
tersalurkan. Anna menyarankanku untuk memotong rambut sebahu. Dalam lima
belas menit Anna menyulap rambutkan menjadi pendek. Aku merasa keren
setelahnya.
Dua jam menuju pukul 19.00 (00.00
Waktu Indonesia Barat, Indonesia). Kau tahu? Aku bersiap untuk menonton Final Night The Voice Of The Ocean. Aku
ingin menonton Pria Giordani Gold Notte itu. Pertama-tama aku memilih parfum
untuk malam ini. Menurutmu aku harus memakai Love Potion? atau........ baiklah
aku pilih ini saja, “Wewangian intens
chypre fruity green ini dibuka dengan nuansa akuatik lotus flower, sentuhan
feminin peony petal pada intinya dan patchouli yang memikat pada jejak
akhirnya. Keistimewaannya diperkuat dengan ekstrak mineral tourmaline, dikenal
dengan energi untuk meningkatkan kepercayaan diri”. Ya begitulah yang
tertulis dalam deskripsi My Destiny Eau
de Parfum. Salah satu perfum kesukaanku.
Apa selanjutnya? Pakaian. Malam ini aku
mengenakan dress hitam tepat selutut,
gaun pesta yang tidak berlebihan tapi elegan, aku pakai heels satu-satunya dengan hak 7 cm berwarna gold yang aku beli saat sandar di Paris. Kemudian Lia yang baik
hati berinisiatif meminta untuk merias rambutku. Rambutku disulapnya menjadi messy-curly hair. Kau tahu? Aku makin
merasa percaya diri saat berkaca di depan cermin. Gadis Komedian berdandan
cantik untuk seorang pria. Anna datang, aku memasukkan permen ke dalam hand bag, lalu kami bertiga bergegas
menuju teater. Tiga puluh menit lagi di Indonesia pukul 00.00, tiga puluh menit
lagi usiaku 30 tahun. Asst. Stage Managerku memanggil kami bertiga – di
belakangnya ada Pak Koki teman dekat kami, Yoga. Ia membawakan roti ulang tahun
untukku. Kau tahu? Ini enak sekali, brownies dengan lumeran coklat italia di
atasnya. ”Make a wish”. Aku yakin kau
tahu apa isi doaku. Saat aku membuka mata dan akan meniup lilin, kulihat Pria
Giordani Gold Notte sedang gugup. Setelah perayaan ulang tahunku selesai dan
berpelukan dengan beberapa crew. Aku mendekatinya, ya.. Pria Giordani Gold
Notte dan “Ini untukmu”, kujulurkan satu permen karet. “Katanya permen karet
dapat menghilangkan kecemasan”. lalu aku bergegas ke kursi penonton karena
acara akan segera dimulai.
Pria Giordani Gold Notte itu, menjadi
finalis pertama yang bernyanyi. Seluruh lampu di teater dimatikan, beberapa
detik kemudian lampu spot putih menyorotinya masuk dari backstage, musik intro mengiringi langkahnya, ia pun melakukan scat singing yang membuat penonton
bersorai - lalu lampu berwarna ungu campur merah khas The Voice of The Ocean menyala perlahan mengiringya bernyanyi, “Just The Way You Are”. Ribuan crew yang menonton ikut bernyanyi
termasuk aku, walaupun berdandan feminin, aku tetap bernyanyi lantang. Suara
pria itu mantap sekali, vokalnya seperti sudah matang. Dan yaa... diakhir ia
mendapatkan tiga standing ovation
dari juri. Kau tahu? Malam itu ia semakin menarik perhatiaanku karena berhasil
membuatku yang sudah malas menonton kembali bersemangat. Namanya terpanggil
sebagai Pemenang. “Untung - Deck
Department From Indonesia”. Wow. Seketika mataku melek dan ikut bersorak sorai. Ah, rasanya terharu sekali. Ada pria
Indonesia yang menang kompetisi bernyanyi di tengah lautan. Aku turut bangga
dan lebih bangga lagi saat ia adalah Pria Giordani Gold Notte. Ya Tuhan Terima
Kasih, aku senang sekali - satu doa ulang tahunku terkabul.
Sorak-sorai dan closing acara berakhir 10 menit setelah itu. Crew penonton mulai kembali ke kamar, beberapa crew dari Indonesia masih di dalam teater dan membicarakan Sang
Pemenang. Kulihat dari tempat dudukku, ada siluet pria keluar dari backstage berjalan menuju kursi
penonton. Makin lama makin jelas siapa pria itu. Ia pun semakin dekat dan ia
ternyata menuju ke arahku. Kau tahu? Sang Pemenang, si Pria Giordani Gold Notte
yang tak mengenalku itu? Ia menghampiriku. Kau boleh menebak apa yang akan dia
lakukan. Dalam imajinasi aku pun memikirkan hal-hal yang akan dia lakukan.
Imajinasi semakin liar saat ia 3 langkah lagi sampai di depanku. Hmm, sekali
lagi ia berbelok - memang arah berjalannya adalah menuju tempat dudukku,
ternyata perkiraanku meleset. Ia mendekati Asst. Stage Manager yang duduk di
sebelahku. Ia mengucapkan terima kasih atas bantuannya kemarin, waktu gladi
bersih. Kau tahu? Aroma Italian
Citrus, Black Coffee, dan Black Vetiver Accord begitu memikat dan
terendus sampai di hidungku. Kau pasti bisa menebak apa yang sedang kupikirkan.
“Ohhhhh Giordani Gold Notte”
Tak lama dari itu, ia berpaling dan
memandangku. Aku sedikit gugup dan pasti kau tahu bagaimana rasanya jatuh
cinta? Ya pada intinya seperti itu, aku sampai kesusahan mengungkapan dalam
kata-kata. Dan aku pun menyadari kalau ia benar sedang menatapku, dan “Terima
kasih permen karetnya, aku jadi lebih relaks”. Aku baru tersenyum dan akan menjawab
tapi ia bertanya lagi “Siapa namamu?”. Aku menjawab dengan mantap “Winda
Kusuma”. Dan kemudian hatiku kembali berdegup kencang. Ia berkata lagi “Selamat
Ulang Tahun Winda Kusuma, semoga Tuhan memberkati”. aku hanya bisa menjulurkan
tangan - wajahku mengisyaratkan seorang perempuan yang sangat berbahagia dan
ingin mengucapkan terima kasih dan selamat atas kemenangannya tapi tak berdaya.
Ia menjabat tanganku cukup erat dan menatapku disertai senyuman. Ditatap
seperti itu oleh Pria Giordani Gold Notte, entah mengapa respons tubuhku hanya
mengeluarkan air mata. Haru bahagia menyelimuti seluruh tubuhku. Dengan spontan
ia memelukku. Seperti keajaiban, ia pun mengatakan “Winda jangan menangis - aku
berterima kasih padamu, permennya enak. Suaramu semalam saat menyanyikan lagu
Jawa, itu keren sekali, aku juga bangga padamu”. Detik ini aku benar-benar
merasa haru - tubuhku kembali spontan dan balik memeluknya.
Keesokan harinya, minggu 14 Juni –
masih hari ulang tahunku. Day Off.
Seperti biasa aku pergi ke gym setelah salat shubuh. Ya memang ini sangat pagi untuk
ke gym, tapi untuk melanjutkan tidur pun aku kesulitan. Jadi kuputuskan pergi
ke gym lebih awal. Tak terduga, Pria Giodani
Gold Notte juga ada di sana. Aku berniat untuk berbalik karena malu, tetapi
dia memanggilku “Windaaaa” dengan sedikit berteriak. Aku yang sudah berbalik
arah akhirnya menoleh dan dengan alasan dipanggil aku mendekatinya. Kapal
masih sepi, penumpang dan crew masih
banyak di kamar, hanya ada beberapa yang sudah lalu-lalang di dekat gym. Aku
bilang padanya, “Aku ambil minum dulu”, karena tadi aku belum sempat mengambil
minum, tapi “Eh Winda ini ambil minumku saja, tadi aku ambil dua”. Aku agak
kaku dan “Aku biasa ambil dua kalau mau nge-gym, ambilah satu untukmu”. Ohhh,
aku cepat-cepat berkata “Baiklah”. Pagi ini kami olah raga bersama, ia pun mau
menemaniku jogging keliling kapal
pesiar seperti kebiasaanku sebelumnya. Karena kami baru mengenal, kami tak
banyak bicara, hanya menanyakan hal tentang keluarga atau sedikit tentang
Indonesia, dan sudah berapa lama di kapal pesiar. Lama-kelamaan aku pun
menyadari kalau dia menerimaku, dia mencairkan suasana yang dingin bagi hatiku.
Kami mulai tertawa bersama. Dan saat ini aku mulai membuka diri dan tak
malu-malu karena aku sudah tahu ia asyik. Aku memang susah berteman, tapi kalau
dia enakan ah pasti aku langsung banyak bicara. Daripada aku menebak-nebak
parfum yang ia kenakan, aku memutuskan untuk bertanya. Dan ia menjawab
“Giordani Gold Notte” dengan berlari lebih cepat di depanku.
Sedang ingin berlibur - Purwokerto, 2021.
Profil Penulis
Diana Athuf Asiyah (DiAtAs) seorang perempuan berdarah Jawa. Saat
menulis cerpen ini masih menjadi Mahasiswi Sastra Indonesia, Unsoed. Lahir,
tinggal, dan hidup di Banyumas, sejak 13 Mei 1999. Pergi ke Luar negeri adalah
yang sedang diperjuangkan selain skripsinya. Karya sebelumnya :
1.
Puisi berjudul Peringatan! dan Aku Ingin
Berjabat Tangan Denganmu dalam Alegori
(Penerbit SIP Publishing, 2020)
2. Cerpen berjudul Hari Ini Motorku
Pergi dalam Antologi Cerpen Spektrum
Jingga (Penerbit Guepedia, 2020).
3. Parikan (Pantun Jawa) berjudul
Mbanyol Ala Jawa, sebanyak 15 parikan.
(Penerbit SIP Publishing, 2021).
4. Puisi berjudul 23.30 di Layar 4.7” dalam antologi
Detik Rindu Dan Bintang Impianku. (Penerbit CMG, 2021)
5. Cerpen berjudul Cerita Sebelum Tidur, Nande dalam
antologi Balada Roman di Bulan Kelabu. (Penerbit Gapura Pustaka, 2021)
6. Puisi berjudul bagaikan Kamu dan Campur Aduk dalam
antologi Secarik Pena Sejuta Rasa. (Penerbit CMG, 2021)
7. Puisi berjudul Peringatan Untuk Yang Kesekian
Kalinya dan surat berjudul Dari Bahar dalam antologi Sastra Untuk Bumi.
(Penerbit Wadas Kelir, 2021)
8. Cerpen berjudul Lebih Gelap dari Gelapnya Malam
dalam antologi Aksara Semesta. (IANA Publisher. 2021)
“ Jika kau membuat suatu karya yang membanggakan, maka kau juga akan dibuat
bangga oleh karya itu.”
-
Ig : @di.atas -
Komentar
Posting Komentar