Kasus klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta sempat menjadi perbincangan di penghujung 2021. Bahkan tagar #YogyaTidakAman, #YogyaDaruratKlitih, hingga #SriSultanDarurat ramai diperbincangkan warganet Twitter pada Selasa, 28 Desember 2021. Tagar ini menjadi trending setelah seorang perempuan korban klitih membagikan kisahnya di media sosial. Dia menceritakan, ketika sedang berkendara, didekati oleh pelaku yang menggunakan motor dari sebelah kiri dan memegang tangan korban. Ternyata tangan korban disayat benda tajam hingga melukai lengannya. Dia mengatakan bahwa aksi klitih ini terjadi di daerah underpass Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Hal ini memancing kecaman dari warganet jika Yogyakarta sudah tidak aman.
Lalu, apa itu Klitih? Menurut Pranowo
pakar bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
menjelaskan bahwa klithah-klithih masuk kategori dwilingga salin suara
atau kata ulang berubah bunyi seperti pontang-panting dan mondar-mandir. Dalam
bahasa Jawa, klitih atau “nglithih” diartikan sebagai suatu
aktivitas keluyuran atau mencari angin di luar rumah dan tidak bermakna negatif.
Namun, pemaknaan itu saat ini sudah tidak lagi relevan. Kini, istilah klitih
dimaknai sebagai aksi kekerasan jalanan dan kriminalitas yang dilakukan oleh
remaja berupa pencegatan serta penganiayaan pada korban yang sesama pelajar
guna menunjukkan kekuatan diri. Tetapi, kini klitih terjadi dengan
korban yang lebih acak, dengan kata lain orang yang tak dikenal dan tak punya
latar belakang masalah pun bisa jadi korban dengan menggunakan benda-benda
tajam untuk melukai hingga menyebabkan hilangnya nyawa korban.
Diketahui bahwa aksi klitih bukan
kali pertama terjadi. Berdasarkan catatan Jogja Police Watch (JPW), sepanjang
tahun 2018 hingga 2020, kasus kejahatan jalanan atau klitih masih
menjadi dominan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Usut punya usut,
keberadaan klitih yang kian meresahkan tersebut diduga berawal dari
banyaknya kelompok atau geng-geng remaja sekolah. Hal ini didukung hasil tesis
Dosen Antropologi Universitas Brawijaya, Hatib Abdul Kadir, menyoal keberadaan
geng-geng pelajar di Yogyakarta.
“Lantaran dilarang tawuran, dan dirasa
membatasi ruang gerak para geng tersebut, mereka justru berkeliling di jalanan
kota secara acak untuk mencari musuh. Lambat laun, kegiatan ini ditunggangi
oleh segelintir pihak tidak bertanggung jawab yang memiliki motif beragam,”
ujar pakar kriminolog Universitas Gadjah Mada, Soeprapto dikutip dari kagama.com.
Kriminolog Haniva Hasna, M. Krim juga menjelaskan mengapa para remaja melakukan
klitih dan seolah menjadi kejahatan yang membudaya di tengah masyarakat
Yogyakarta.
Menurutnya, faktor penyebab utamanya seseorang
ataupun sekelompok remaja melakukan aksi klitih adalah rasa butuh
pengakuan oleh perorangan maupun kelompok, eksistensi, mencari jati diri maupun
gengsi. Timbulnya kejahatan yang dilakukan remaja karena adanya kegagalan untuk
mencapai integrasi yang kedua yakni tercapainya sebuah identitas peran. Oleh
karena itu, muncul suatu bentuk ekspresi dari remaja untuk mendapatkan
pengakuan atas apa yang dilakukannya.
Solusi yang dapat dilakukan menurut
Soeprapto yaitu peran pihak keluarga, sekolah, lembaga pendidikan, agama, dan
kepolisian sangat diperlukan untuk mencari solusi dari akar permasalahan klitih.
"Jangan hanya kita mengandalkan kepolisian atau aparat keamanan, tetapi
keluarga dan lembaga pendidikan," kata dia. Selain itu, menurut pihaknya,
lembaga pemerintah dan keagamaan juga berperan dalam mensosialisasikan
nilai-nilai antikekerasan dalam rangka mencegah dan memutus rantai kriminalitas
di kalangan remaja.
1. Di
balik slogan Yogyakarta Berhati Nyaman, Kota Pelajar ini rupanya
"menyimpan" aksi kejahatan yang kerap disebut dengan klitih, yang
mana bisa menimpa siapa saja. Menurut kalian bagaimana cara paling relevan
untuk menangani kasus klitih yang
terbilang tidak mudah?
2. Seperti yang kita ketahui pula, Yogyakarta
merupakan tempat pariwisata unggulan. Nah bagaimana tanggapan kalian jika
sedang berlibur atau berkunjung ke Yogyakarta, namun disitu sedang marak kasus klitih?
3. Pemerhati
kriminologi Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H., menuturkan, klitih dalam
konteks 'punya waktu luang banyak' lantas disalahgunakan sebagian orang.
Keterikatan yang rendah membuat kegiatan di waktu luang tersangka seperti tidak
terpantau. Keadaan ini mendorong komitmen untuk menyadari bahwa menjalani
waktu-waktu yang sebenarnya digunakan secara positif malah mendapat stigma. Menurut
kalian, hal bermanfaat apa yang bisa dilakukan ketika waktu luang? Sebutkan
kegiatan di waktu luang kalian!
x
Komentar
Posting Komentar