Roti dan Tulang Kering
Siapa yang menyajikan ini?
Yaa...
Sebelumnya aku jarang memasak untuk diriku sendiri..
Memasak hal hal yang sangat kusukai
Kunikmati, kucenderungi, kusesali, kubanggai, kucintai, kularuti dalam kesedihan ini
Jadilah roti kering
Tanpa bumbu, tanpa gagasan, semua hal datang begitu saja,
seperti hujan yang tak memerintahkan awan untuk memuram
Seperti bencana yang tak pernah diharapkan manusia
Tapi aku menikmati ini...
Pun juga aku menyesali ini...
Roti ini dihadapanku,
Mengeras ditatapanku
Membasah di gejolak lidahku
Pergi menelusuri lambungku
Enyah ketika kutekan tombol klosetku
Dan terulang hingga sajian ke 24 kali
Hingga aku bertanya kepada cermin untuk berhenti menertawai
Hingga aku bertanya kepada spatula untuk istirahat
Hingga aku bertanya kepada wajan untuk kusam
Hingga aku bertanya kepada mulut untuk membisu
Hingga aku bertanya kepada nafsu untuk berhenti menari
Menikmati semua penyesalan ini, hingga tulangku menjadi kering diselimuti serangga dan dinginnya tanah
Memang, rasanya memakan roti ini selalu seperti terlahir kembali, dan selalu seperti ingin mati jika aku tidak memakannya dalam kurun waktu 24 kali,
Tak seperti lampu merah yang mudah memberhentikan arogan pengemudi
Tak seperti guru yang mudah menilai murid dari tulisannya
Tak seperti orang yang mudah datang dan mudah pergi
Semua koridor waktu terasa alot seperti watak roti kering ini, hingga aku berharap mencapai titik dimana aku tidak suka kering, aku lelah dengan penyesalan, aku lelah dengan kenikmatan sementara, roti kering ini memaksa ku menikmatinya terus menerus, memaksa ku untuk haus, memaksa ku untuk memasak, memaksa ku untuk tetap
Aku memimpikan kata berhenti; period, tanpa simbol tanya
Komentar
Posting Komentar