Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Saya Tidak Penting

Saya ​ ​ Tidak ​ ​ Penting Karya ​ ​ : ​ ​ Okta ​ ​ Novanto Jalan di Sokaraja mulai padat. Saya terjebak macet di antara aroma getuk goreng, polusi udara menebal, dan klakson yang terus berbunyi dari mobil-mobil setan serta motor yang dikendarai jin jahat. Di lain sisi, ada anak muda yang sedang ngelindur menjadi Valentino Rossi, menyalip setan serta jin dengan mudahnya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya saya bisa melaju semeter demi semeter. Tapi, tiba-tiba macet lebih parah. Ternyata pemuda tadi mengalami kecelakaan. Tubuh Rossi jadi-jadian itu masuk kolong truk pertamina, kepalanya menjadi ganjalan roda depan, otaknya keluar, tetapi di otak tersebut tidak ada gagasan untuk Indonesia yang lebih maju. Saya melanjutkan perjalanan dengan hati yang masih tidak tega. Struktur otak yang sudah pecah itu terus terngiang, ditambah ibu-ibu yang pingsan gara-gara terkena cipratan darah dari kepala yang tergilas. Tidak terasa ban motor sata bocor. Untung bukan kepala say

Lampu

LAMPU (Pasya Alfalaqi) Tuhan yang Mahalampu, terimalah korslet yang kerap di sepanjang kabel napasku sebab sungguh, ini saklar selalu asing pada jemari sendiri, tapi tak pernah jemariMu. (Pwt, Oktober 2017)

Kasus

  KASUS Semua perempuan bisa diperkosa, pikir Bedor seorang diri di kamarnya. Ia melihat langit-langit, dan seketika terbayang wajah perempuan yang ia tak kenal itu siapa, tapi mempunyai tubuh yang disukai seluruh laki-laki: seksi. Itu membuatnya tersenyum-senyum. Ia tak ingat apa yang barusan ia lakukan hingga memikirkan hal tersebut. Tapi ia tak terlalu peduli. Perempuan itu menari stripsis di mukanya, membuatnya semakin gelisah. Aku tak bisa meraihmu, kata Bedor yang kesal. Ia hanya berharap bahwa langit-langit itu jatuh dan perempuan itu menindihnya tepat di atas kepalanya. Dan kemudian, jebroslah langit-langit kamarnya, sebab kucing peliharaannya dan menimpa kepalanya. Bedor kaget, dan kemudian kucing itu buru-buru kabur, tapi tertangkap lebih dulu oleh Bedor. Kau juwitaku, kata Bedor. Ia menciumi kucing itu seperti mencium seorang perempuan yang benar-benar ia cintai. Si kucing gelagapan hingga akhirnya mencakar-cakar tangan Bedor yang semakin lama semakin erat memeluk