Langsung ke konten utama

Abdi Maso



Naskah Monolog

ABDI MASO
Karya Syarifudin Emseh

PANGGUNG BEBAS. CAHAYA BEBAS. TATA RIAS BEBAS. PERSOALAN ARTISTIK SELURUHNYA DILIMPAHKAN KEPADA IMAJINASI PARA PEMBACA DAN PENGGARAP NASKAH PERTUNJUKAN INI.

SEORANG PEREMPUAN YANG SENYUMNYA BUKAN KEPALANG SANGAT MISTERIUS. DIA MEMAIN-MAINKAN BEGITU LIHAI BIBIRNYA MEMBUAT BERANEKA RAGAM SENYUM SEPERTI MENYINDIR, SENANG, MEREMEHKAN, DAN LAIN-LAIN. RAUT WAJAHNYA MENJADI SAKSI BISU SEGALANYA YANG TELAH IA LEWATI DALAM HIDUPNYA. KIRA-KIRA 28 TAHUN MUNGKIN BISA LEBIH.

DIA MEMAIN-MAINKAN TUBUHNYA SEPERTI BONEKA DAN SEOLAH-OLAH ADA YANG MEMAINKANNYA. BERTERIAK IA SESEKALI. TERTAWA IA SESEKALI. MENANGIS IA SESEKALI. SEMUANYA SERBA MISTERIUS. TAPI DIA SEPENUHNYA SADAR BETUL APA YANG IA LAKUKAN.

SESUDAH IA MEMAIN-MAINKAN TUBUHNYA SEPERTI BONEKA ITU, TIBA-TIBA SOROT MATANYA SANGAT TAJAM MELEBIHI PEDANG, PARANG, DAN SEJENISNYA. DALAM GRADASI YANG SEMPURNA, EMOSI BAGI SIAPA SAJA YANG MELIHATNYA BEGITU GEMETAR DAN TAKUT SEPERTI SADAR AKAN DOSA-DOSANYA. APABILA SESEORANG YANG MEMANDANGI MATANYA ITU TIDAK BERKEDIP SAMA SEKALI, PERLAHAN MENYADARI—ITUPUN KALAU DIA MASIH PUNYA HATI—BETAPA INDAH MATANYA ITU. LALU SOROT MATA PEREMPUAN ITU BERUBAH MENJADI SANGAT MENGGODA DAN MEMBUAT PARA LAKI-LAKI MENJADI LULUH KEPADANYA.

APA DIA SEDANG MEMPERMAINKAN SESEORANG? TIDAK ADA ORANG LAIN YANG TAHU. KEMISTERIUSANNYA MEMBUAT SIAPA SAJA MESTI MENERKA-NERKA BERIBU-RIBU KALI. PEREMPUAN INI BARANGKALI MEMANG MENGGODA, BARANGKALI JUGA BISA SAJA MENGHINA.

KEMUDIAN WANITA INI TENANG SEPERTI AIR KOLAM. DUDUKNYA BEGITU ANGGUN. IA MEMBUKA MULUT.

Persoalan yang panjang dan bertele-tele ini membuat saya menjadi seperti ini. Apa yang tampak dalam diri saya bahkan saya tidak mengerti. Kalau saya bercermin pun yang saya temui hanya seorang perempuan yang melihat saya penuh kemisteriusan. Saya menerka-menerka hingga pusing kepala saya. Tapi tak saya temui juga seperti apa saya. Misterius? Mungkin saja. Setiap kali saya berpikir bahwa saya misterius, di situlah saya berpikir mengapa saya bisa menjadi seperti ini? Saya bertanya kepada orang lain.
“Bahasa tidak mampu mendeskripsikannya” begitu katanya.
Apa saya kesepian? Saya tidak tahu. Pasti dalam ruang yang sempit pun bisa mencuat seribu tanda tanya tentang diri saya. Perlukah saya menjawabnya bahkan saya sendiri pun tidak tahu jawabannya. Memang rasa bingung yang sangat panjang ini terjadi pada diri saya, dan saya yakin terjadi juga pemimpin-pemimpin saya.
Ketika saya temui dia, saya ingin bertanya:
“Pak, bisakah saya makan untuk seratus tahun lagi?”
Lalu dia menggaruk-garuk kepala seperti ada kutu di kepalanya. Kembali saya bertanya lagi:
 “Atau mungkin saya bisa tidur nyenyak tanpa ada pikiran-pikiran soal anggaran keuangan saya dan keluarga?”
Dia makin bingung. Kembali saya sederhanakan pertanyaan saya:
“Bisakah saya hidup sampai umur seratus tahun atau lebih?”
Barulah setelah itu saya mendapatkan jawaban.
“Tidak tahu,” jawabnya.
Kemudian dia menutup pintunya rapat-rapat seolah-olah ingin bertahan di dalam badai musiman yang sangat panjang.

Perempuan tertawa.

Jawabannya singkat: “Tidak tahu.” Apa memang para pendidik mendidik untuk mencetuskan jawaban “tidak tahu”? Atau memang jawaban “tidak tahu” itu benar-benar sebuah pintu untuk mencari sebuah pengetahuan. Tapi apa yang terjadi semua orang di dunia ini tidak tahu apa-apa? Saya tidak tahu. Lalu apa saya mau mencari tahu? Siapa yang mau mencari tahu bila rantai menjerat leher? Selangkah lebih jauh terasa seperti ditusuk. Sejengkal lebih jauh terasa seperti dicambuk.

Perempuan merasakan kenikmatan.

Oh, ya. Yes! Begitulah bunyinya. Begitulah rasanya. Rasa yang benar-benar tidak ada duanya. Seluruh orang pasti merasakannya. Apa itu? Kesakitan. Siapa yang ingin menerimanya? Hampir tidak ada. Luka yang begitu dalam merobek hati, kepercayaan dikhianati. Lantas untuk apa hidup bersosialisasi? Tapi persoalan yang saya maksud mengarah kepada suatu sistem yaitu sistem pemerintahan.
Apa ada yang salah? Saya tidak tahu. Tapi pernah saya mendengar pertanyaan yang sama dan jawabannya lain yaitu “banyaaaak!” Sebanyak apa? Apa tidak ada rincian? Seolah-olah jawaban itu benar-benar meyakinkan.
“Bahkan seluruh gunung yang ada di Indonesia ini belum cukup untuk mencatat kesalahan sistem pemerintahan yang ada di Indonesia.”
Siapa yang memerintah? Siapa yang diperintah? Saya tidak tahu. Tapi untuk jawaban “banyak”, saya percaya itu. Untunglah saya masih bisa mendengar meskipun saya tidak bisa membaca. Kepercayaan saya harganya amat mahal. Tapi untung juga saya belum pernah dibohongi. Siapa yang mau membohongi saya? Saya tidak tahu.
Kembali saya menimang-minang semuanya itu dalam suatu kehidupan. Kehidupan yang entahlah. Siapa yang hidup? Hidup yang seperti apa? Saya tidak tahu. Bahkan apakah saya masih hidup pun saya tidak tahu. Berbicara kehidupan pun berbicara kematian.
“Siapa yang mati?”
Saya bertanya itu kepada orang-orang yang saya temui, yang kira-kira bisa menjawab pertanyaan saya ini begitu meyakinkan. Jawabannya berbeda-beda.
“Pejuang”
“Pahlawan”
“Orang baik”
“Orang berilmu”
“Keadilan”
“Kemanusiaan”
“Bapak saya”
“Ibu saya”
“Anak saya”
Dan masih banyak lagi. Saya mempercayai kesemuanya itu. Lantas belum terbukti bohong, karena saya tidak tahu
....

Kelengkapan naskah dapat diunduh melalui tautan di bawah ini:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU BURUNG-BURUNG MANYAR KARYA YB. MANGUNWIJAYA

RESENSI BUKU: BURUNG-BURUNG MANYAR Karya YB. Mangunwijaya Oleh: Dara Nuzzul Ramadhan* Judul Buku        : Burung-Burung Manyar Pengarang         : Y.B Mangunwijaya Penerbit            : Djambatan Tahun                : 2007 ISBN                : 978-979-428-528-2 Jumlah Halaman : 319 Halaman Roman Burung-Burung Manyar adalah roman yang bisa kita bilang menceritakan pengalaman batin seorang laki-laki keturunan ningrat, asli Indonesia, yang berpihak kepada Belanda dibanding berpihak kepada Indonesia, tanah airnya sendiri. Membacanya menambah sudut pandang kita terhadap peristiwa yang terjadi pada masa prakemerdekaan dan pascakemerdekaan. Pasalnya, Selama ini yang kita ketahui adalah sejarah-sejarah dari sudut pandang bangsa Indonesia yang pro terhadap republik ini sendiri. S...

PRESS RELEASE PENTAS PRODUKSI TEATER TEKSAS KE-XXVI "SEBUAH HIDANGAN DAN EFEK KUPU-KUPU"

11 November, 2024 RESONASI KERESAHAN; PENTAS PRODUKSI TEATER TEKSAS KE-XXVI "SEBUAH HIDANGAN DAN EFEK KUPU-KUPU" Teater Teksas merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berada di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman yang bergerak di bidang kesenian, khususnya seni pertunjukan. Untuk merealisasikannya Teater Teksas melaksanakan Pentas Produksi sebagai salah satu media berekspresi mengenai isu sosial yang relevan. Pada tanggal 25 dan 31 Agustus 2024 Teater Teksas telah sukses menyelenggarakan Pentas Produksinya yang ke-26 dan dilaksanakan di Kota Cirebon serta Purwokerto, tepatnya di Gedung Kesenian Rara Santang (Cirebon) dan Aula Gedung Bambang Lelono, FIB UNSOED (Purwokerto). Pementasan ini disutradarai oleh Iqbal Eksa Febrian dengan dibantu oleh Fahazarul Hafiliani Ilmida sebagai asisten sutradara serta tim panggung lainnya yaitu, tata panggung oleh Abrar Rabbani Tholib, Wulida Musarop, Shofana Zainul Arifin, Akmal Nur Iskandar, dan Muhammad Fat...

PRESS RELEASE STUDI PENTAS TEATER TEKSAS 2023 “KETAKUTAN PADA TEMPAT BERHENTI”

  PRESS RELEASE STUDI PENTAS TEATER TEKSAS 2023 “KETAKUTAN PADA TEMPAT BERHENTI”               Teater Teksas merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berada di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman. Pada hari Jumat, 8 September 2023 Teater Teksas telah menyelesaikan studi pentasnya di Aula Bambang Lelono Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman. Pementasan ini disutradarai oleh Abrar Rabbani Thalib dan Asisten Sutradara atau Astrada oleh Sita Fatimah Nailah. Kemudian untuk aktor diperankan oleh Lutfi Anjani sebagai Raya, Zeuska Azis Alfarizi sebagai Bayang, Nur Rohman Wakhid sebagai Bapak, Fahazarul Hafiliani Ilmida sebagai Ibu, dan Salwa Aprillia Adyaleca sebagai Adik. Tim panggung dalam studi pentas kali ini terdiri dari tim musik dimainkan oleh Iqbal Eksa Febrian dan Muhammad Zhillan, tim mekos (make up dan kostum) oleh Nurul Lutfiyah, Bulan Septiani, dan Sabina Nurul Choirunnisa, tim setting ole...