Naskah Lakon
“WAK-TU-A”
Oleh : Muhamad Syarifudin Hidayatullah & Mahesa Admi
Oleh : Muhamad Syarifudin Hidayatullah & Mahesa Admi
CASTING
:
·
Leona
·
Seseorang
·
PENULIS
·
TUKANG
CAT
·
KAKEK
PANGGUNG
DISETTING SEPERTI DUNIA BAWAH SADAR LEONA YANG
BERANTAKAN DAN KACAU BALAU. DALAM DUNIA BAWAH SADARNYA TERDAPAT KASUR YANG
RUSAK DAN RERUNTUHAN BANGUNAN. LEONA
TERBARING DI ATAS KASUR. LAMPU RUANGAN MENYALA TERANG.
Leona
(merenung)
Waktu pertama yang aku miliki
ketika aku masih berada dalam rahim ibuku. Kini, aku beranjak dewasa. Walau aku
masih terbilang muda.
Tangisan pertamaku aku
keluarkan waktu aku baru saja keluar dari rahim ibuku. Kini, aku mulai belajar
untuk tak menangis lagi. Aku sudah mulai belajar membohongi diriku sendiri.
Waktu yang kumiliki tak akan
pernah cukup untuk membunuh kesepian diriku. Banyak waktu yang terlewatkan
begitu cepatnya. Aku benci. Aku masih ingin ada waktu bersama ayah dan ibuku.
Bagiku, waktu yang kumiliki
saat ini, tidak berpihak padaku. Tak ada bedanya aku memiliki waktu atau tidak.
Tetap saja yang aku rasakan hanyalah kesepian.
LEONA DUDUK
Aku dibawa ke sini dengan
banyak orang, tetapi sekarang di mana mereka semua? Semua orang datang dan
pergi. Dan yang datang pun hanya sekejap saja, sisanya pergi entah ke mana. Apa
lagi yang bisa kurasa selain kesepian? Tidak ada! Hanyalah kesepian yang
membentuk jiwaku ini.
Sepi
menjadi kaca ....
Entah
aku merasakan dunia ini hanyalah kekosongan. Kehidupan dan kematian dalam dunia
tak
beda dari sebuah kekosongan. Tak pernah kupikirkan hidup sehampa ini.
Sepi
menjadi kaca ....
Ayahku
seorang petani. Ayahku stress sebelum ia mati karena lahannya dirampas untuk
membuat pabrik. Pembanguan pabrik-pabrik makanan ringan dan makanan siap saji
membuat usaha ayahku menjadi bangkrut dan karena pembangunan pabrik itu,
orang-orang tak lagi membeli hasil tani ayahku. Orang-orang ingin semuanya
menjadi serba instan. Bahkan orang-orang enggan meluangkan waktunya hanya untuk
makan. Dan kini, makan hanya menjadi seperti sebuah keinginan. Semua berubah
gara-gara waktu.
Sepi
menjadi kaca ....
Dan karena lahannya dirampas,
dia melampiaskan kemarahannya kepadaku. Ketika aku berusaha membela, aku malah
dipukulnya. Aku dan ibuku berusaha menenangkannya, tetapi dia malah bertingkah
layaknya orang gila. Aku dan ibuku tak tahu harus berbuat apa.
Pada akhirnya ayah mati. Aku
tersenyum dan ibu melongo.
Setelah ayah mati, ibu juga ikut-ikutan mati. Ibuku mati bunuh diri bersama
semua foto-fot masa lalunya dengan ayah. Dia membakar dirinya bersama semua
kenangan-kenangan masa lalu, dan aku pun tidak ada di sana. Aku baru tahu ketika dia sudah telanjur mati. Aku masih saja membisu. Tetapi hatiku berteriak
sangat kencang. Tetapi lagi aku tidak pernah menangis. Aku benar-benar mati
rasa dibuatnya. Semua ini
gara-gara waktu. Dan kini, hanyalah
kekosongan dalam setiap langkahku. Aku sendirian dan kesepian.
Barulah orang-orang datang
ketika aku hendak bunuh diri. Waktulah yang membuat mereka ada di sana. Dan
ketika ibu bunuh diri, waktu juga yang membuat aku tak ada di sana. Waktu
tidaklah adil. Aku ingin terlepas darinya! Tetapi orang-orang dibuat oleh waktu
untuk menghalangiku lepas darinya.
Sepi
menjadi kaca ....
Apalah arti kehidupan ketika
tidak ada sama sekali kebahagiaan. Aku diserang jiwa-jiwa kesepian. Waktuku terbuang sia-sia.
Ya, andai saja waktuku ini bisa kuberikan untuk ayah dan ibuku ... tetapi apa
itu bisa? Tidak akan pernah terjadi. Aku dibuatnya begini.
Sepi
menjadi kaca .... (batuk-batuk)
Aku
merenung atas segala kesalahan yang pernah kuperbuat dari masa lalu. Aku
terkadang menangis dari apa-apa yang orang lain lakukan kepadaku. Aku gila!
Tingkahku tak semestinya.
Sepi
menjadi kaca dan waktu semakin lama semakin menyiksa.
Aku benci dengan waktu! Dia
yang merampas segalanya dari kehidupanku!
Aku akan membunuh waktu bagaimana pun caranya!
Kosong mulai merambat lagi.
Sepi
menjadi kaca ....
LAMPU RUANGAN TIBA-TIBA MATI.
Ada apa ini?! Kenapa cahaya
tiba-tiba menghilang?! Ke mana cahaya? Hey, bangsat! Kembalikan cahaya itu! Tak
ada yang bisa kulihat dalam kegelapan gulita seperti ini?! Hey, kembalikan!
Kenapa cahaya ini pergi? Kenapa
ikut-ikutan juga pergi sama seperti cahaya kehidupanku? Kenapa?! Kumohon
jawablah! Apakah aku harus hidup dalam kegelapan? Apakah harus? Aku benci
dengan kegelapan ini! Aku tak bisa melihat apa pun dalam kegelapan! Aku tak
bisa melihat pelangi dalam kegelapan. Aku tak bisa melihat rintik-rintik hujan
yang menghantam bumi dalam kegelapan. Aku tak bisa melihat orang lain dalam
kegelapan. Aku tak bisa melihat teman dalam kegelapan. Aku tak bisa melihat
musuh dalam kegelapan. Sungguh, aku tak bisa melihat apa pun dalam kegelapan.
LEONA TERDIAM SEJENAK.
Tak dengarkah kau aku mengoceh
sedari tadi? Tak dengarkah kau aku memaki-maki kegelapan ini? Tak dengarkah kau
ketidakberdayaanku terhadap kegelapan ini?! Hah?! Tak dengarkah kau?
Apa kau tuli? Berikan aku
cahaya! Berikan aku cahaya! Aku butuh cahaya! Jika kau selalu berikan aku
kegelapan gulita seperti ini, aku bisa buta. Aku tak ingin buta! Aku masih
ingin melihat keindahan-keindahan yang tampak oleh mata. Aku ingin melihat
kekasihku nanti. Aku ingin melihat senyum dari anak-anakku nanti. Apa kau mau
aku menderita begini?!
Jawab aku! Jangan diam saja!
Berikan aku cahaya!
LAMPU SOROT MENYALA DAN
MENYOROTI LEONA YANG BERDIRI DI
TENGAH PANGGUNG. LEONA MELIHAT SESEORANG YANG ADA DI HADAPANNYA YANG
DATANG DARI KEGELAPAN.
Leona
Hey, siapa kau? Apa maumu? Jangan mendekat! Menjauh sana!
ORANG TAK DIKENAL MELANGKAH
SEMAKIN DEKAT DAN SEMAKIN DEKAT DENGAN LEONA.
DIA JUGA MEMANDANGI DENGAN SAKSAMA LEONA
DAN BERPUTAR-PUTAR MENGELILINGINYA.
Leona
Sudah kubilang jangan
mendekat! Pergi sana!
Seseorang
Namamu pasti Leona. (kemudian duduk di kasur)
Leona (bingung)
Dari mana kau tahu?
Seseorang (cekikikan)
Tentu saja aku tahu. Tak ada
yang tak aku ketahui. Semuanya aku tahu. Bahkan takdirmu pun aku sudah tahu. (tertawa) Bukankah itu lucu?
Leona (semakin bingung)
Apa maksudmu? Lebih baik kamu
pergi sana! Cepat pergi! Pergi! (membanting
kasur)
....
Komentar
Posting Komentar